Foto bersama sebelum acara diskusi dimulai (dok: mbak Indah)
Itulah gebrakan yang sekarang ini mereka tunggu dan butuhkan sebagai implementasi dari Peraturan Menteri Kesehatan sebagai fondasi intervensi gizi spesifik untuk memenuhi kebutuhan nutrisi/asupan terhadap anak dengan penyakit langka. Hal ini dimaksudkan agar anak dengan penyakit langka bisa tumbuh kembang secara optimal sebagaimana layaknya anak normal.
Hal ini menjadi semakin mendesak mengingat anak-anak dengan beberapa jenis penyakit langka bergantung pada pemberian nutrisi medis khusus untuk bisa bertahan hidup sehari-hari.
Peni Utami, Ketua Yayasan MPS dan Penyakit Langka Indonesia menjelaskan penyakit langka adalah penyakit yang mengancam jiwa atau menurunkan kualitas hidup pasien dengan angka kejadian kurang dari 2000 orang di populasi.
"Anak dengan kondisi medis khusus seperti penyakit langka memiliki beban yang sangat besar, baik dari sisi tantangan kesehatannya maupun pemenuhan nutrisi sehari-hari. Untuk itu kami aktif mendorong bantuan berbagai pihak, salah satunya adalah dorongan implementasi perarturan untuk memudahkan penyediaan dan penanggungan nutrisi medis khusus bagi anak dengan penyakit langka," ungkap Peni
Peni Utami sedang memberikan sambutan pada acara diskusi (dokpri)
Oleh karena itu, keluarnya Peraturan Menteri Kesehatan nomer 29 tahun 2019 tidak akan ada artinya atau akan menjadi sia-sia apabila tidak ada implementasi yang terarah. Diperlukan petunjuk teknis dan komitmen pemerintah daerah untuk membuat kebijakan ini sebagai fondasi intervensi gizi agar anak-anak terhindar dari resiko stunting - termasuk anak dengan penyakit langka. Dengan demikian program kerja yang menjadi cita-cita dari Kabinet Indonesia Maju jilid II, tidak hanya terkirim tapi juga tersampaikan.
Saya yang hadir pada acara diskusi yang diadakan dalam rangka ulang tahun RSCM ke 100 pada tanggal 21 Desember 2019, dengan topik Peranan Nutrisi dalam Tatalaksana Pasien dengan Penyakit Langka, ikut prihatin mendengar keluhan begitu sulit dan mahalnya biaya untuk mendapatkan kebutuhan nutrisi untuk bertahan hidup bagi anak dengan penyakit langka.
Bahkan tantangan yang mereka hadapi setiap hari mulai adalah sulitnya ketersediaan hingga mahalnya biaya yang harus dikeluarkan. Padahal jumlah ini ada sekitar 75% dari jumlah 350 juta dengan penyakit langka yang ada di dunia adalah anak-anak dan hanya 5% pasien yang mendapatkan penanganan yang memadai. di Indonesia sendiri, 1 dari 1000 orang memiliki penyakit langka.
Selain berbahaya bagi kondisi kesehatan anak sendiri, anak dengan penyakit langka juga berpotensi mengalami stunting akibat sulitnya pemenuhan nutrisi pada awal kehidupan. Padahal para orang tua yang mempunyai anak dengan penyakit langka juga menginginkan anaknya terpenuhi kebutuhannya akan nutrisi sesuai kebutuhan masing-masing agar anaknya tumbuh dengan sehat, sama seperti anak lainnya untuk mencegah terjadinya malnutrisi atau bahkan kondisi stunting.
Karina Astari sedang menjelaskan penyakit anaknya yang terkena
penyakit langka (dokpri)
Hal senada juga diungkapkan oleh Karina Astari, seorang orang tua dari anak dengan penyakit langka. "Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya tumbuh dan berkembang dengan sehat, termasuk anak yang memiliki penyakit langka sekalipun. Saat ini kami terus menerus berjuang supaya anak kami mendapat asupan nutrisi yang cukup. Kami mengetahui betul bagaimana PKMK berperan vital dalam kesehatan dan keselamatan anak kami. Kami memiliki harapan dan kepercayaan besar bahwa pemerintah dapat membantu meringankan biaya kebutuhan pengobatan anak kami, serta mendukung masa depan anak-anak kami," tutup Karina
Hal ini tidak berarti kondisi kognitif anak dengan penyakit langka dinomorduakan, demikian ungkap Prof. Dr dr Damayanti Rusli Syarif, SpA(K), Guru Besar FKUI dan Dokter Spesialis Anak Konsultan Nutrisi Penyakit Metabolik. Untuk itu pemerintah wajib mendukung kebutuhan anak dengan penyakit langka. Diperlukan petunjuk teknis mengenai peraturan dan komitmen pemerintah pusat hingga daerah untuk mendorong agar anak dengan penyakit langka dapat terjamin nutrisi sehari-harinya.
Lebih lanjut Prof Damayanti menjelaskan bahwa tidak sedikit anak dengan oenyakit langka yang membutuhkan Pangan dan Kondisi Medis Khusus (PKMK) yang mencakup makanan, baik dalam bentuk cair atau padat, yang diperuntukkan sebagai satu-satunya sumber nutrisi maupun terapi pendukung.
Saat Q/A sedang berlangsung (dokpri)
Sayangnya angka kejadian yang rendah membuat penanganan penyakit langka tidak mendapatkan perhatian, terutama di negara berkembang. Di Indonesia pemenuhan nutrisi anak dengan penyakit langka menjadi sebuah tantangan tersendiri karena tingginya biaya PKMK hingga belum adanya dukungan memadai dari pemerintah
Untuk itu dalam momentum 100 tahun RSCM, Yayasan MPS dan Penyakit Langka Indonesia bersama RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo serta Human Genetic Research Cluster IMERI FK Universitas Indonesia kembali mengedukasi mengenai kondisi anak dengan penyakit langka di Indonesia, nutrisi medis khusus yang dibutuhkan serta dukungan regulasi yang dibutuhkan yang berupa petunjuk teknis agar Peraturan Menteri Kesehatan nomer 29 tahun 2019 tentang Penanggulangan Masalah Gizi Bagi Anak Akibat Penyakit yang sudah diterbitkan bisa dimplementasikan.
Saya sungguh salut dan menaruh hormat dengan perjuangan yang tanpa henti untuk para orang tua yang mempunyai anak dengan penyakit langka. Bagaimana tidak? Untuk pengobatannya saja mereka harus bekerja keras agar si anak mendapat pelayanan kesehatan yang memadai. Ditambah lagi tantangan untuk pemenuhan kebutuhan nutrisi agar si anak bisa tumbuh kembang secara optimal, layaknya anak-anak yang lahir dalam keadaan normal
Padahal perawatan untuk penyakit langka ini baru ada di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM). Hal ini karena rumah sakit lainnya belum ada yang mampu melakukan observasi dan perawatan bagi mereka yang mempunyai anak/keluarga dengan penyakit langka.
Jadi saya bisa ikut merasakan bagi orang tua yang mempunyai anak dengan penyakit langka tinggal diluar Jakarta kadang hanya bisa pasrah, karena sulitnya mendapatkan perawatan dan biaya yang dikeluarkan tidak sedikit jumlahnya. Belum lagi tantangan untuk memenuhi kebutuhan gizi/asupan agar si anak bisa bertahan hidup yang sulit didapat dan sangat mahal biayanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar