Tulisan ini sekedar opini saya saja, karena melihat sistem pendidikan di
Indonesia yang mengarah ke penilaian berdasarkan ranking dengan
penekanan pada hafalan dibanding dengan metoda yang menggunakan akal
untuk berpikir dalam mencari solusi. Jadi bisa dilihat bagaimana
kebanyakan lulusan adalah textbook thinking, mereka
hafal semua yang ada di buku bahkan sampai ke titik koma nya. Sementara
otak yang seharusnya dipakai untuk berpikir malah difungsikan sebagai
gudang untuk menampung berbagai informasi yang ada. Padahal semua
informasi itu bisa kita cari di internet melalui Mr Google.
Yang jadi masalah justru nanti sewaktu terjun di lapangan, dimana dunia
ini bukan hanya hitam dan putih. Tapi benar-benar kelabu atau bahkan
warna-warni mirip seperti pelangi. Bisa dibayangkan, semuanya itu tidak
ada dalam buku yang dihafalkan setiap hari. Itulah sebabnya, saya lebih
menekankan kreativitas anak dengan menggunakan akal untuk berpikir,
bukan untuk menghafal. Tentu akan lain hasilnya didikan anak yang
terbiasa menggunakan akal dengan mereka yang berorientasi ke ranking
atau nilai di kelas. Percayalah itu!!!.
Saat ini mungkin belum terasa karena kedua orang tuanya masih hidup dan
masih bisa melengkapi semua kebutuhannya. Tapi bayangkan kalau semuanya
sudah tiada dan mereka harus menentukan jalan hidupnya sendiri tentu
akan sedikit mengalami kegundahan, kebingungan atau kegoncangan
jiwa/batin. Walaupun mungkin yang terakhir kelihatan ekstrim terjadi
pada anak, tapi tidak berarti itu tidak mungkin, bukan?
Dari situlah saya akhirnya berpikir, tak perlulah anak saya (Amri)
mengejar rangking, tapi saya justru membiarkan anak saya bebas
menggunakan akalnya untuk berpikir dan mencari apa yang terbaik buat
dirinya. Dan saya bangga dengan semua pencapaian yang dia miliki,
walaupun dia tidak memperoleh raning di sekolahnya. Karena saya tahu
Amri memiliki banyak hal yang tidak dimiliki oleh kebanyakan orang.
Itulah yang saya sebut Street Smart, kecerdasan diluar kecerdasan yang didasarkan pada standard sekolah. Bagi saya Street Smart jauh lebih penting daripada School Smart terutama untuk survival.
Berikut saya ceritakan beberapa diantaranya sekedar sample. Pertama,
dia berhasil membaca 7 novel Harry Potter dan Da Vince Code dalam
bahasa aslinya (Inggris), walaupun dia harus mencari sendiri di
internet dan membaca e-booknya. Setelah itu dia menulis summary nya di
Kompasiana. Ke dua, dia bisa menginstall ulang berbagai jenis software di komputer yang tadinya terkena virus. Ke tiga, dia bisa mendesign ruangan untuk dipakai bisnis rental computer (warnet) sendiri, tanpa dibantu. Ke empat, dia bisa menulis novel, cerpen dan science dalam waktu luangnya. Ke lima, budi pekerti yang sungguh luar biasa, dia sangat baik kepada sesama, bersahabat, sopan dan sangat dermawan. Ke enam, dia suka bermain di ruang terbuka atau olah raga, terutama bermain sepak bola. Dia juga suka bermain catur. Ke tujuh, dia bisa berbicara 2 bahasa (Indonesia dan Inggris) dengan lancar. Ke delapan,
dia sangat memperhatikan waktu dan tidak suka datang terlambat,
sehingga dia selalu berusaha untuk datang lebih awal atau ontime. Ke sembilan, dia juga penyayang binatang, makanya kami di rumah memelihara kucing. Ke sepuluh,
dia tahu hampir semua games online yang dikenal oleh anak-anak
sekarang, sehingga banyak dari anak-anak dan temannya minta diajari
bagaimana cara bermainnya. Ups! Maaf bagi yang tidak suka dengan games
online, karena bagi saya games pun penting untuk melatih otak bertindak
praktis dan untuk mengatur strategi.
Tentu apa yang bisa, dia lakukan akan bertambah dengan berjalannya
waktu. Terus masih kurang apalagi karakter dan kreativitas yang dia
miliki?. Masihkah saya menuntut dia untuk mendapatkan ranking di
kelasnya?? It’s just no no. It’s enough for me what he has now. Of
course, he has more capabilities than I have mentioned above. Itulah
penilaian saya sekarang yang sudah tidak melihat ranking seorang anak,
tapi lebih melihat karakter, kepribadian, kreativitas dan skills
seseorang/anak. Bagi saya hal itu jauh lebih penting di masa tuanya,
karena menyangkut bagaimana dia bisa survive menghadapi berbagai
tantangan daripada hanya menilai seseorang berdasarkan ranking.
Mungkin untungnya bagi yang mempunyai rankings, mereka bisa diterima di
sekolah yang bagus dan ternama, tidak perlu test untuk masuknya.
Syukurlah kalau begitu, tapi apakah hidupnya tidak seperti dikejar-kejar
karena anak harus bertahan dalam rangkingnya?. Bagi saya yang dulu
pernah mengalami bagaimana harus mengejar ranking, capek bener. Saya
memang termasuk anak yang suka mengejar ranking dalam berbagai jenjang
pendidikan, karena saya merasa tertantang. Makanya saya termasuk salah
satu anak yang rajin belajar. Bagi saya ada suatu kebanggaan tersendiri,
baik buat saya maupun keluarga. Walaupun kadang saya dapat ranking
kadang juga tidak, tergantung mood nya. Kalau saya lagi semangat,
ranking itu pasti saya pegang. Tapi uniknya, nilai saya justru mirip
roller coaster, kadang turun sampai tidak masuk ranking sama sekali.
Habis itu bisa balik lagi untuk merebutnya kembali. Tapi capek bener
saya harus bertahan dalam sistem yang seperti itu.
Oleh karena itu, orang boleh pinter di sekolah, tapi belum tentu bisa
survive dalam kondisi yang menimpa dirinya kalau hanya didasarkan pada
School Smart atau kecerdasan intelektual. Sedangkan mereka yang
mempunyai Street Smart biasanya akan tahan banting, karena mereka biasa
menggunakan otaknya untuk menghasilkan sesuatu yang terbaik bagi
dirinya. Sehingga membuat mereka lebih mudah beradaptasi dengan
lingkungan yang baru sebagai cara untuk mempertahankan diri. Dengan
demikian daya tahan mereka jauh lebih tinggi karena didukung oleh
karakter dan kreativitas yang mereka miliki. Yang ada didalam otaknya
hanyalaj mencari dan terus mencari cara yang terbaik, yang akhirnya
membuat mereka jauh lebih maju.
Jadi tidak perlu khawatir bagi anak-anak yang tidak memperoleh ranking,
tapi kreatif dalam menghadapi kehidupannya. Karena karyanya akan sangat
dinanti oleh banyak orang. Lebih-lebih kalau karya dan usahanya bisa
mempekerjakan banyak tenaga kerja, apa yang mereka lakukan akan
meningkatkan kesejahteraan bagi banyak orang. Bahkan bisa menjadi
kebanggan suatu bangsa dan Negara.
Begitulah dalam kenyataannya, orang yang kreatif justru banyak yang
menjadi pengusaha (businessman/woman), pemilik tangga di perusahaan,
sedangkan mereka yang pinter dan beranking malah bekerja untuk
orang-orang yang kreatif. Contoh yang tidak asing lagi adalah Bill Gates
dengan Microsoft nya, Steve Jobs dengan Apple Inc, Mark Zuckerberg
dengan Facebook. Mereka adalah sekedar contoh orang-orang yang sangat
kreatif pada awal mulanya. Tapi kita bisa lihat siapa yang bisa diterima
untuk bekerja di perusahaan tersebut, tentu mereka yang pinter semua.
Mana mereka bisa bekerja di perusahaan tingkat dunia kalau bukan orang
yang pinter atau mempunyai ranking.
Untuk masa depan Indonesia yang lebih baik, sudah saatnya kita
meninggalkan sistem pendidikan yang menekankan pada hafalan dan
menggantinya dengan sistem pendidikan yang lebih menekankan pada
kreativitas dan karakter. Karena sistem yang terakhir inilah yang bisa
mendorong suatu bangsa untuk bisa mengejar ketertinggalan dan mengatasi
permasalahan yang ada di negeri ini. Karena dari mereka lah akan muncul
berbagai karya dan inovasi baru yang dihasilkan. Dan kepada mereka juga
kita menyerahkan tongkat estafet kepemimpinan bangsa nantinya.
Bukankah mereka penguasa masa depan? Kepada siapa lagi kita mau berharap
kalau bukan kepada anak-anak kita sebagai agen perubahan? Mereka yang
sekarang masih aktif, bebas bergerak dan berpikir, berkreasi dan
berinovasi, diharapkan bisa menghasilkan
karya-karya yang gemilang hasil karya anak negeri. Yang pada akhirnya
bisa mengangkat bangsa dan negara ini dari ketertinggalan dan
keterbelakangan dibandingkan dengan nengara-negara Asean lainnya.
Bagaimana menurut Anda? Sekedar tulisan ringan di pagi hari. Silakan dishare pengalaman dan ide Anda?
Terima kasih.
Selamat Berlibur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar