Peluang dan Tantangan Koperasi dan UKM dalam Bisnis E-commerce

Para Narasumber dalam acara Diskusi Bulanan (doc: pribadi)

Berbicara mengenai bisnis adalah salah satu topik kesukaan saya, karena disanalah saya bisa belajar banyak pengalaman, sepak terjang serta perjuangan seseorang dalam mengawali usahanya. Tidak peduli jenis bisnis yang digelutinya, baik offline maupun online, semuanya menarik untuk diamati lika-likunya.

Itu sebabnya ketika dulu saya diterima di Fakultas Ekonomi, almarhum Bapak saya tidak kaget. Walaupun sebenarnya hal itu bukan yang diinginkan oleh Bapak saya. Tapi beliau pun akhirnya memaklumi, karena saya diterima kuliah di tempat yang telah menjadi minat saya. Bahkan kalau dirunut ke belakang yang lebih jauh lagi, ternyata saya sudah memulai bisnis sejak masih duduk di bangku sekolah SD, yaitu dengan membuka bisnis kecil-kecilan, dengan berjualan permen dan peralatan sekolah yang berupa buku tulis, pensil, dan penghapus.

Jadi sebenarnya jiwa berbisnis sudah mendarah daging didalam benak saya. Makanya tidak aneh kalau saya begitu antusias dalam berbisnis. Cuma sayangnya bisnis saya belum /tidak bisa besar dan menggurita dengan berbagai cabang dan gerai dimana-mana, seperti layaknya suatu bisnis yang sukses. Mungkin belum saatnya, makanya saya masih terus mencari bisnis apa dan bagaimana mengelola suatu bisnis agar bisa menjadi tumbuh dan besar.

Disamping itu saya juga menginginkan suatu bisnis yang akan saya geluti dengan suka cita tanpa ada  rasa keterpaksaan dari dalam diri. Tapi benar-benar merupakan suatu kesenangan dalam menjalaninya dan yang bisa menghasilkan uang tentunya. Namanya saja binis, yaa harus bisa menghasilkan uang dan profit. Syukur kalau bisa banyak dan berlebih. Iya tidak?

Lain kalau saya bicara tentang kerja sosial, tentu orientasinya juga  lain. Disini rugi tidak menjadi soal, asalkan kemanfaatan yang dihasilkan bisa jauh lebih besar. Makanya ketika ada undangan untuk Diskusi Bulanan dari Kementrian Koperasi dan UKM bersama Forum Koperasi dan UKM, saya begitu antusias untuk ikut dan mencoba mendaftarnya. Karena saya berharap bisa belajar banyak dari Diskusi Bulanan ini dan siapa tahu saya pun bisa mengikuti jejak para entrepreneur yang sukses.

Acara diskusi bulanan ini bertemakan Peluang dan Tantangan Koperasi dan UKM dalam bisnis E-Commerce, diadakan di Auditorium Gedung Kementrian Koperasi dan UKM, lt. 2 Jalan Rasuna Said, Jakarta pada tanggal 9 Februari 2016. Sedangkan narasumber yang hadir pada acara tersebut adalah Deputi Bidang Produksi dan Pemasaran Kementrian Koperasi dan UKM, Wayan Dipta; Pengamat E-commerce ITB, Kun Wahyu Cahyantoro dan Co- Founder Bukalapak, Fajrin Rasyid dan dipandu oleh seorang Moderator Syarief Hasan Salampessy dari Kantor Berita RRI. Uniknya lagi acara ini dihadiri oleh pejabat pemerintah, wartawan, blogger/netizen, praktisi dan masyarakat.

Saya yang sudah menggeluti dunia bisnis offline dan online cukup lama, tentunya bukan suatu hal yang asing dengan bisnis e-commerce ini, karena produk yang saya perjualbelikan saya peroleh dari suatu bisnis online. Tapi lucunya semua pelanggan saya menghendaki pelayanan di offline storenya. Saya tidak tahu kenapa mereka lebih memilih offline, yang boleh dikatakan harganya jauh lebih mahal  dan lebih lama untuk mendapatkannya, daripada bila mereka membeli sendiri secara langsung online. Untungnya lagi mereka tidak harus pergi ke luar untuk berbelanja apa yang diinginkan.

Dari sinilah saya mengambil keuntungan dengan menjembatani bisnis online dengan pelanggan yang menyukai offline. Dengan cara ini, mereka bisa datang kapan saja ketika membutuhkan.Tidak jarang kalau mereka sedang males keluar, tinggal menelponnya lebih dahulu. Namun saya tidak suka dengan cara yang terakhir ini, karena pembelian mereka berarti secara kredit atau berhutang. Belum lagi saya mesti menagih atau mengingatkan untuk melunasinya, karena mereka kadang berpura-pura lupa. Pernah juga saya coba menyindir dengan membayar dimuka layaknya beli online yang harus mempunyai uang lebih dahulu, mereka lebih memilih untuk tidak melakukannya. Padahal dengan begitu, saya lebih enak dan perputaran uang pun menjadi lancar.

Ternyata tidak mudah untuk membangun suatu kebiasaan berbelanja dengan cash and carry (ada uang ada barang) bagi kita yang sudah saling mengenal. Lucunya, kenapa mereka bisa melakukan pembayaran dengan  cash (kontan), kalau berbelanja di toko-toko yang resmi?

Mungkin budaya kredit inilah yang sudah mendarah daging di banyak masyarakat kita dan mereka merasa sangat nyaman dengan kebiasaan itu. Padahal bagi pemilik usaha sebesar UKM, tindakan/perilaku mereka sangat merugikan, karena akan menghambat perputaran uang. Terus terang saya salah satu yang sangat menentangnya. Bagaimana mungkin suatu usaha/bisnis yang masih kecil, mereka (pelanggan) dengan mudahnya meminjam atau mengambil barang lebih dahulu. Sementara kalau mereka berbelanja di toko-toko atau mal, dengan entengnya menghabiskan uang tanpa pikir panjang dalam membayar nantinya. Inilah ironi perilaku banyak pelanggan pada UKM.

Kelebihan dengan bisnis secara online (e-commerce), permasalahan pembayaran secara langsung bisa diatasi, karena pembeli tidak mungkin akan menginginkan barang yang dikehendaki tanpa membayarnya lebih dahulu. Tidak hanya itu, pembeli pun harus membayar ongkos kirim, agar barangnya bisa sampai ke rumah. Dari segi pembayaran memang penjual terlindungi, karena uang akan diterima lebih dahulu dan sesuai dengan harganya. 

Namun kenapa masih banyak pelaku UKM atau pebisnis  yang belum mau atau ragu untuk terjun ke bisnis online? Co-founder Bukalapak.com, Fajrin Rasyid dalam diskusi bulanan memberikan tips, bagaimana kita bisa memulai usaha dengan modal yang minim.

Foto bersama para peserta diskusi yang hadir (doc: pribadi) 

Salah satu bisnis online yang bisa dijalankan dengan modal yang minim adalah dengan sistem Dropship. Apa itu dropship? Fajrin menjelaskan dalam diskusinya bahwa dengan sistem dropship ini,  kita berusaha menjualkan barang milik orang lain dengan menambahkan keuntungan pada hasil penjualannya.

Dengan demikian kita tidak perlu memiliki dan membeli barangnya lebih dahulu. Nanti kalau barang sudah terjual dan pembeli membayarnya, baru kita membeli barang tersebut. Sebagai contoh, kalau kita melihat ada barang yang disukai, misalnya  barang kerajinan, maka kita tinggal menghubungi pemiliknya boleh tidak kita menjual barangnya secara online. Tentunya dengan menaikkan harga  jualnya lebih dahulu. Nanti setelah ada yang order, baru kita mendapatkan keuntungan dari selisih penjualan tadi.

Cara ini bisa dilakukan sambil kita mengumpulkan dana/modal yang kita miliki. Kalau sudah terkumpul banyak, uang hasil penjualan tadi bisa dipakai untuk memulai usaha sendiri. Cara-cara seperti ini bisa dilakukan oleh mereka yang mempunyai modal terbatas.

Itulah alasan kenapa bisnis online disa dimulai dengan modal yang  tidak harus banyak. Asalkan kita mau berusaha pasti ada jalan untuk mengumpulkan modal yang dimilikinya. Cara-cara seperti ini sebenarnya bisa digunakan oleh para pemula yang mempunyai keinginan untuk berbisnis, tapi modal yang dimiliki tidak banyak. Dengan cara ini, mereka (pebisnis pemula) tidak perlu menbayar sewa toko, membuat display dan sebagainya.

Sebagai co-founder Bukalapak.com, Fajrin mengakui saat ini Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) bisa menjadi ancaman untuk pasar di Indonesia, terutama dalam bidang bisnis e-commerce atau perdagangan online. Hal ini karena 40% dari masyarakat ASEAN berada di Indonesia, maka ada kemungkinan Indonesia akan leluasa dibanjiri impor produk asing.. Mereka menilai kalau mau ekspor barang lebih baik ke Indonesia saja, karena pangsa pasarnya besar dibanding negara lain seperti Malaysia, Singapura, Laos atau Brunei. Dengan berlakunya MEA, ada kemungkinnan Indonesia akan leluasa dibanjiri impor produk asing.

Fajrin pun menilai kalau saat ini masih banyak pelaku usaha (UKM) terutama e-commerce yang belum mengenali pangsa pasar di dalam negeri, sehingga kita kerapkali kalah bersaing dengan produk luar. Belum lagi adanya dominasi produk asing yang lebih familiar dengan kebutuhan pasar masyarakat di Indonesia.

Itulah sebabnya Content is a King dalam e-commerce. Content disini adalah barang dagangannya.  Karena yang paling mengerti seharusnya kita sendiri, makanya sesama masyarakat Indonesia harus lebih familiar dengan kebutuhan pasar dibanding orang lain.

Namun demikian, dia masih yakin produk Indonesia bisa bersaing. Ini menjadi tantangan untuk kita semua dalam meningkakan pemasaran. Sebagai contoh produk furniture dan bawang goreng dari Palu yang dikenal enak dan  laku di pasaran, sudah tidak kalah bersaing.

Berikut Tips lainnya dalam mengelola bisnis online (e-commerce) menurut Fajrin Rasyid, co-founder Bukalapak.com:

Pertama, kenali kebiasaan pembeli sebelum melakukan transaksi jual beli via online melalui berbagai media internet. Inilah salah satu alasan kenapa kebanyakan dari pebisnis gugur dalam berbisnis online, karena tidak memerlakukan diri mereka sebagai pembeli.

Kedua, cantumkan dengan jelas produk yang akan ditawarkan, agar pembeli yang ingin berbelanja online bisa memperoleh barangnya dengan mudah. Hal ini penting karena pembeli tentu akan melakukan pencarian (search) dulu untuk bisa menemukan barang yang diinginkan. Untuk itu tulislah lengkap nama produknya, sehingga pembeli bisa menemukan produk yang diinginkan dengan mudah. Sebagai contoh, tulislah Kripik Pisang Fajrin akan mudah dicari dalam pencarian di internet dibanding kalau kita menuliskan produk hanya dengan Fajrin.

Ketiga, menetapkan harga yang wajar dan masuk akal. Hal ini karena kita bukan satu-satunya penjual yang menawarkan produk tersebut. Maka salah satu daya tarik agar barang kita diminati oleh pembeli adalah karena faktor harga yang wajar dan masuk akal. Lebih-lebih seorang pembeli yang sudah melakukan search di internet, biasanya sudah 50% ingin membeli produknya. Makanya kalau harganya cocok, peluang untuk terjual akan semakin besar.

Dengan harga yang wajar, diharapkan akan melipatgandakan pembeli  yang akhirnya meningkakan omset penjualan barangnya. Tentunya harga yang wajar harus diimbangi dengan kualitas yang bagus akan memberikan daya tarik tersendiri. Inilah yang dikenal dengan value added dan faktor kali (meningkatkan kualitas dan jumlah barang yang terjual).

Sementara Deputi Bidang Produksi dan Pemasaran Kementrian Koperasi dan UKM, Wayan Dipta  dalam diskusinya menjelaskan berbagai tantangan yang dihadapi oleh pelaku UKM. Dia mengatakan bahwa e-commerce akan membuka peluang bagi pelaku usaha untuk memasarkan produknya tanpa terbatas jarak dan wilayah. 

Untuk itu dia  meminta kepada pelaku UKM untuk beralih mempromosikan produknya dari konvensional marketing ke bisnis online. Sayangnya keterbatasan infrastruktur jaringan teknologi terhadap pelaku industri UKM masih menjadi kendala. Dengan cara marketing ini, para pelaku UKM bisa melakukan ekspansi dalam meluaskan pangsa pasar untuk produk-produknya.

Dia menambahkan tantangan e-commerce lainnya adalah soal knowledge para pelaku UKM dengan IT. Hal ini karena belum semua pelaku bisnis itu melek internet. Begitu juga dengan pemahaman terhadap bahasa asing, terutama dalam bahasa Inggris juga menjadi kendala bagi para pelaku UKM, sehingga mereka tidak bisa berinteraksi secara langsung dengan buyer dari luar (asing). Akibatnya para pelaku UKM harus melalui pihak lain dalam berinteraksi dengan pembeli dari luar negeri.

Kendala lainnya adalah soal keamanan sistem. Menurut Wayan, keamanan adalah prioritas dari seorang pembeli saat bertransaksi online. Beliau menekankan bahwa soal safety ini penting, kalau tidak ada safety maka kedua belah pihak, baik penjual atau pembeli bisa bermasalah. Untuk itu aturan transaksi e-commerce penting untuk diangkat supaya UKM paham.

Demikianlah sedikit ulasan dari diskusi bulanan Kementrian Koperasi dan UKM bersama para blogger/netizen, wartawan, para pejabat dll. Semoga ada kelanjutan langkah-langkah lainnya yang bisa membantu para pelaku UKM dalam menyiapkan diri dan bisnisnya untuk bersaing di kancah global.