Minggu, 25 Februari 2018

Pentingnya ASI dan Makanan Seimbang untuk Mencegah Gizi Kurang

Bapak Arif Mujahidin sedang memberikan sambutan sekaligus 
membuka acara Talkshow (docpri)

Senang rasanya saya bisa hadir pada acara Talkshow dalam rangka hari gizi nasional dengan tema #Nutrisi Terbaik1000HPK yang diadakan oleh @Nutrisi_Bangsa di Hotel Santika, TMII pada tanggal 20 Februari 2018 yang lalu. Hal ini mengingatkan saya apa yang sudah dilakukan ketika mempunyai anak usia 0-2 tahun. Acara ini dihadiri oleh beberapa narasumber Prof Dr Endang L Achadi, DR Tirta Prawitasari, MSC, SpGK dan Dr Yustina Anie Indriastuti

Saya menjadi sadar betapa pentingnya ASI dan  gizi seimbang bagi anak usia 0-2 tahun. Sebagai orang awam informasi akan gizi hanya sebatas pengetahuan yang saya coba terapkan dengan memberikan yang terbaik kepada anak. 

Ternyata tidak begitu melenceng apa yang sudah saya lakukan. Kecuali satu saya memang tidak bisa memberikan ASI ekslusif penuh selama 6 bulan pertama kelahiran. Waktu itu saya hanya bisa bertahan selama 4 bulan, terus diganti dengan susu formula. Hal itu demi kebaikan kami berdua tentunya. Anak saya mungkin merasakan kalau ASI yang keluar kurang banyak, sehingga dia begitu gemas dan menggigitnya. Praktis saya kaget dibuatnya, karena melihat berdarah. 

Prof Endang sedang memberikan pemaparan di acara Talkshow (docpri)

Sejak saat itu saya menghentikan pemberian ASI ekslusif dan menggantinya dengan susu formula. Sedih memang, tapi apa boleh buat. Saya tidak mampu. Sebaliknya anak merasa tenang dan bisa tidur nyenyak, karena perut kenyang. Dengan demikian saya tidak ada kesulitan lagi dalam pemberian susu kepada anak.

Namun tidak berhenti sampai disitu, saya pun terus mengimbangi kebutuhan gizi demi pertumbuhan  dan perkembangan si anak setelah usia 6 bulan-2 tahun. Hal ini penting karena susu saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya, terutama cadangan zat besi yang berkurang secara significan dengan bertambahnya usia anak. Oleh karena itu, saya terus memberinya makanan pendamping ASI yang dikenal dengan MPASI. Istilah ini sering juga dikenal dengan 1000 HPK (Hari Pertama Kelahiran).


Dr Tirta Prawitasari sebagai narasumber kedua pada acara 
Talkshow #NutrisiTerbaik1000HPK

 sebagai narasumber ke 3Dr Yustina sedang memberikan penjelasannya (docpri)


Saya mencoba berbagai variasi makanan yang mengandung karbohidrat, protein, vitamin dan mineral. Tentunya dengan menambahkan sayur dan buah-buahan. Makanan saya buat lembut, agar mudah dicerna oleh pencernaannya. Beruntung anak saya bukan type anak yang picky eater, sehingga saya bisa dengan mudah membuat berbagai variasi makanan. Tidak ada sedikit pun makanan yang dia tidak suka. Termasuk sayur dan buah-buahan. Melihatnya saya jadi begitu antusias ketika memberinya makan.

Begitu juga, saya memberi makanan dengan frekuensi yang lebih sering sesuai dengan perkembangan umur si anak. Tidak mengikuti jadwal makan layaknya orang dewasa. Karena saya pikir, makanlah ketika anak lapar, berarti ada sesuatu yang kurang. Saya sendiri makan juga tidak mengikuti jadwal makan. Bagaimana saya menerapkan ke anak yang masih bayi tentunya?. Ups! sekedar curhat.

Sayangnya kondisi menyedihkan terjadi di Indonesia. Menurut Sri Mulyani, Menteri Keuangan Indonesia, pada tahun 2016 ada 37% balita Indonesia yang mengalami gizi kronis, alias stunting. Padahal stunting berakibat otak seseorang anak menjadi kurang berkembang. Hal ini berarti ada 1 dari 3 anak Indonesia yang akan kehilangan peluang lebih baik dalam hal pendidikan dan pekerjaan dalam sisa hidup mereka.




Prevalensi tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara yang mempunyai jumlah balita stunting  ke 5 terbanyak dan jumlah balita kurus ke 4 terbanyak di dunia. Maka bisa diperkirakan bahwa banyak anak Indonesia yang juga mengalami risiko mempunyai kemampuan kognitif rendah dan menderita PTM di usia dewasa.

Kondisi ini praktis menjadi musibah bagi Indonesia, karena anak-anak tidak bisa bersaing dengan negara-negara tetangga yang mempunyai tingkat stunting yang lebih rendah, misalnya Thailand 16% dan Vietnam 23%. Untuk itu diperlukan intervensi terhadap gizi kurang. Hal ini karena masalah gizi adalah masalah multi-faktorial yang tidak bisa diselesaikan hanya oleh pemerintah apalagi hanya oleh sektor kesehatan. Intervensi ini akan sangat penting untuk memperbaiki kualitas anak-anak Indonesia ke depan sebagai investasi kita di sumber daya manusia Indonesia.

Foto bersama para Blogger yang ikut acara Talkshow (doc: Anisa)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar