Jumat, 28 September 2018

Sedikit Mengenal Penyakit Jantung Bawaan dan Bagaimana Mencegahnya


Para narasumber dan panitia foto bersama (Doc: NUB)

Ternyata saya baru tahu kalau tanggal 29 September diperingati sebagai Hari Jantung Sedunia dan di Indonesia diperingati sebagai Hari Jantung Nasional. Maklumlah banyak sekali hari yang harus diperingati, jadi tidak bisa mengingatnya satu-satu, heheheh, alasan yaa.
Terima kasih buat  Nutricia yang telah mengingatkan saya akan berharganya peringatan Hari Jantung Nasional ini. Tujuan diadakan kampanye ini adalah untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan jantung. Terutama untuk pendeteksian secara dini dan keselamatan bayi. Hal ini mengingat angka kejadian penyakit jantung bawaan (PJB)  berkisar antara 8 – 10 kasus untuk setiap 1000 kelahiran.
Apalagi berdasarkan perkiraan setiap tahun ada sekitar 50.000 kasus PJB terdeteksi dengan berbagai kondisi.  Sayangnya,  30 persen dari kasus tersebut tidak terdeteksi. Hal ini terjadi karena ada PJB tanpa gejala yang khas yaitu noncyanotic (tidak biru), di samping PJB dengan cyanotic  (membiru).
Untuk itu Nutricia Advanced Medical Nutrition melalui “Bicara Gizi” mengajak puluhan ibu-ibu dari komunitas dan Alumni Danone Blogger Academy untuk mengenal tanda-tanda hingga kebutuhan nutrisi anak dengan PJB. Tujuannya tidak lain agar tumbuh kembang si anak dengan PJB bisa optimal.
Beruntung saya bisa hadir pada acara tersebut, jadi sedikit membuka wawasan dengan PJB ini. Maklum saya agak kurang info masalah kelainan kesehatan yang ada pada bayi. Acara tersebut diadakan di Kolega Coworking Space pada tanggal 22 September 2018 dengan narasumber Dr Dedi Wilson SpA (K), Konsultan Kardiologi Anak di RS Jantung Jakarta dan Dr Klara Yuliarti, SpA (K), Konsultan Nutrisi dan Penyakit Metabolik Anak di RSCM Jakarta
Dr Dedi sedang memberikan presentasinya (doc: mbak Dewi)
Sedikit Mengenal Penyakit Jantung Bawaan pada Anak
PJB pada anak adalah kelainan struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung akibat gangguan atau perkembangan struktur jantung pada fase awal pekembangan janin. Sudah lebih dari 34 jenis PJB pada anak yang teridentifkasi secara medis. Kebanyakan PJB menghambat  aliran darah pada jantung dan pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah yang abnormal ke jatung dan dari jantung ke organ lan.
Penyebabnya memang belum diketahui secara pasti. Namun demikian, ada sejumlah faktor yang diduga dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit jantung bawaan. Ada tiga penyebab yang dikaitkan sebagai penyebab PJB ini, yaitu lingkungan (zat kimia dan radiasi), ibu (infeksi virus, diabetes, SLE, obat-obatan dan alkohol) serta bayi (mutasi gen dan perubahan kromosom). Kelahiran prematur juga bisa jadi faktor pemicu PJB pada anak.
Untuk itulah Dr Dedi menganjurkan agar bayi yang baru lahir menjalani pemeriksaan auskultasi (mendengar denyut jantung), perabaan denyut nadi, pemeriksaan saturasi dan pemeriksaan ekokardiografi.  Namun, "Langkah-langkah ini punya kelemahan," kata Dr Dedi mengingatkan. Dr Dedi menganjurkan fetal echo pada usia kehamilan 5 -- 6 minggu bagi ibu yang mempunyai riwajat penyakit jatung, diabetes dan peminum  alkohol.
Selain itu pemantauan tumbuh kembang anak sangat membantu untuk mendeteksi PJB. Arif Mujahidin, Corporate Communication Director Danone Indonesia, orang tua, komunitas dan blogger perlu memahami PJB pada anak dengan baik agar tidak terjadi malanutrisi.
Yang menjadi masalah adalah PJB pada anak akan membuat anak bernapas pendek dan cepat, susah makan, keringat berlebihan saat makan, sianosis (kulit, bibir dan kuku berwarna kebiru-biruan).
Menurut Dr Dedi, jika anak dengan PJB tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan pertumbuhan anak tidak baik dan kurang nutrisi (wasting/stunting), gangguan perilaku anak, gangguan saraf, infeksi saluran pernapasan yang berulang sampai kematian. Makanya deteksi dini adalah kunci utama untuk menentuan penanganan yang sesuai, demikian kata Dr Dedi.
Dr Klara sedang menjelaskan permasalahan PJB pada Bayi (dok: mbak Dewi)
Salah satu dampak PJB pada anak adalah risiko malanutrisi yang bisa berujung pada stunting (pertumbuhan yang tidak maksimal sampai usia dua tahun). Malanutrisi bisa terjadi karena masukan kalori yang tidak adekuat, absorbs dan pemanfaatkan yang tidak efisien, serta peningkatan kebutuhan kalori/energi yang tidak terpenuhi
Sebaliknya Dr Klara Yuliarti, SpA (K) dalam penjelasannya mengatakan bahwa asupan yang tidak memadai pada anak dengan PJB terjadi karena anak sudah mengisap, menelan, cepat lelah saat makan, dan pembatasan cairan. Itu sebabnya anak dengan PJB membutuhkan pengaturan atau strategi pemberian nutrisi secara khussu.
Apalagi malanutrisi pada anak di bawah dua tahun akan mengganggu perkembangan otak ,karena 80 persen perkembangan otak terjadi pada dua tahun kehidupan yang dikenal sebagai "1000 Hari Pertama Kehidpan". Apalagi malanutrisi untuk kesehatan anak dengan PJB.
Disamping itu, jika pertumbuhan anak yaitu berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala tidak sesuai dengan pedoman yang ada, maka anak perlu dibawa ke dokter ahli jatung. Selain itu persoalan imunisasi juga menjadi masalah bagi anak dengan PJB.
Imunisasi juga penting bagi anak dengan PJB. Untuk itu, Dr Dedi berharap agar orang tua dan anggota keluarga melakukan pencegahan infeksi pada anak dengan PJB. Antara lain dengan menghindari tempat ramai, cuci tangan teratur, perawatan gigi, segera berobat jika ada gejalan infeksi, pemakaian antibiotik berdasarkan indikasi yang tepat, dan melengkapi imunisasi yang dianjurkan.
Akhirnya Dr Klara mengingatkan kepada para blogger untuk memberikan informasi yang akurat. Kalau tidak, tolong jangan ditulis. Hal ini sangat penting karena masih banyak orang tua yang menjadikan informasi di Internet sebagai pedoman untuk menangani anak dengan PJB.
Kami para Blogger antusias untuk mengikuti acara Bicara Gizi dari Nutricia (dok: Amanda)
Beruntung kami yang hadir adalah  Blogger  yang  telah tergabung dalam " Danone Blogger Academy" paling tidak  kami sudah menjalani pelatihan untuk penulisan kesehatan, nutrisi dan lingkungan. Ups! Semoga bisa mengurangi hoaks yang disebar dalam bidang kesehatan.

Mencegah Penyakit Jantung Bawaan

Kunci pencegahan penyakit ini terlretak pada perawatan bayi sejak masih dalam kandungan atau disebut asuhan prenatal. Berikut beberapa langkah perawatan prenatal yang dapat dilakukan ibu hamil.
  • Pengecekan darah sejak awal kehamilan untuk mengetahui apakah ibu hamil memiliki daya tahan tubuh terhadap rubella. Jika diketahui bahwa ibu hamil belum imun terhadap rubella, harus menghindari kemungkinan terpapar dan diperlukan vaksinasi rubella setelah kelahiran.
  • Menghindari penggunaan obat-obatan terlarang maupun minuman beralkohol selama kehamilan.
  • Konsultasikan dengan dokter terlebih dahulu sebelum mengonsumsi obat-obatan.
  • Ibu hamil yang memiliki diabetes harus berusaha untuk mengendalikan kadar gula darah agar senantiasa normal.
  • Bila ibu hamil berusia 35 tahun atau mengalami kehamilan risiko tinggi karena kondisi medis seperti tekanan darah tinggi atau diabetes, sebaiknya melakukan pemeriksaan prenatal di dokter kandungan dengan lebih sering.
Jika Anda menemukan gejala penyakit jantung bawaan pada bayi Anda, jangan ragu untuk segera mencari pertolongan medis. Makin cepat anak mendapat pertolongan, makin baik peluangnya untuk tertolong. Di samping itu, anak dengan penyakit jantung bawaan sebaiknya diperiksa secara rutin ke dokter ahli jantung, bahkan setelah dia tumbuh dewasa bila masih mengalami gejalanya.

Saat diskusi Bicara Gizi sedang berlangsung (dok: pak Syaiful)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar