Jumat, 26 Oktober 2018

Mari Berkolaborasi untuk Menjadikan #BijakBerplastik sebagai Aksi Nyata dan Budaya Baru

Saat para narasumber menjawab berbagai pertanyaan dari peserta 
(doc: Danone Aqua)

Plastik sudah menjadi salah satu instrumen yang kerap memudahkan kehidupan manusia. Hal ini membuat kita tidak bisa lepas dari pemakaian plastik. Oleh karena itu, suka atau tidak suka, kita tetap akan berhubungan dengan plastik dalam kegiatan sehari-hari. Tentunya dalam berbagai bentuk dan kegunaan yang akhirnya plastik tetap melekat dan menjadi bagian dari kehidupan kita.
Menariknya, plastik bisa dibentuk sesuai keinginan, tahan air, awet, bisa melindungi isi dengan baik dan tentu saja praktis. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Emenda SembiringIndustrial Engineering, Environmental Engineering and Quantitative Social Research, ITB Bandung,  yang disampaikan pada acara Bincang #BijakBerplastik dengan tema “Pentingnya Kolaborasi dalam Mengatasi Permasalahan Sampah Plastik”.

Emenda Sembiring sedang memberikan presentasinya (doc: Danone - Aqua)
Sayangnya penggunaan plastik kini menimbulkan banyak masalah, karena besarnya sampah yang dihasilkan dari plastik. Bahkan menjadi ancaman yang harus diwaspadai, karena plastik menjadi sampah yang tidak diolah dan  justru merusak lingkungan. Apalagi pembuatan plastik menggunakan sumber daya berharga yaitu minyak bumi dan tidak mudah terurai secara alami.
Saya sendiri memang sudah berusaha meminimalisir pemakaian plastik. Tapi tidak berarti saya bisa menghindar dari plastik. Hal ini karena banyak dari perabotan rumah tangga dan keperluan dapur yang dibuat dari plastik. Hanya saya berusaha #Bijakberplastik dalam mengkonsumsinya.
Begitu juga pengurangan masalah sampah plastik bisa dimulai dari lingkungan terkecil, seperti rumah tangga. Misalnya, dengan melakukan pemilahan sampah plastik agar memudahkan pemulung untuk mengambilnya sehingga mengurangi angka plastik yang terbuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Disamping itu, saya selalu berusaha membawa tas belanjaan sendiri dari rumah,  praktis saya sudah mengurangi penggunaan  kantong plastik saat berbelanja. Begitu juga dengan timbler, tempat air minum yang bisa diisi air berulang kali ketika saya haus.

Hal ini saya lakukan sebagai aksi nyata dan budaya baru karena saya merasa bertanggung jawab terhadap lingkungan. Tentunya tindakan saya tidaklah cukup. Saya perlu melakukan kolaborasi serta partisipasi aktif dengan banyak warga lainnya sehingga gerakan #BijakBerplastik bisa menjadi budaya baru dan aksi nyata. Mengingat target yang ditetapkan Pemerintah Indonesia untuk mengurangi sampah plastik ke laut sebesar 70% pada 2025.

Sampas plastik yang terus meningkat (doc: Reuters)
Arif Mujahidin – Corporate Communication Director Danone Indonesia dalam sambutannya berusaha menggalang kolaborasi dengan berbagai pihak dalam mengatasi sampah plastik. Hal ini sejalan dengan visi perusahaan yaitu “One Planet One Health”. Untuk itulah pihaknya mendorong upaya bersama menanggulangi dampak sampah plastik agar Bumi tetap lestari sebagai tempat hunian yang nyaman bagi manusia.
Acara ini digelar dengan mengundang bloggers, masyarakat dan komunitas pada acara Bincang #BijakBerplastik pada tanggal 18 Oktober 2018. Tujuannya tidak lain adalah mereka diharapkan memiliki kekuatan dan semangat dalam menyuarakan aksi cinta lingkungan.
Sampah plastik yang berserakan tersebut kemudian mengotori lahan, danau, akhirnya mengalir ke sungai dan  menuju ke laut, sehingga menimbulkan tantangan yang cukup besar. Hal ini membuat kita semua harus bertanggung jawab untuk melakukan tindakan dengan cara menggalang kerja sama (kolaborasi) menanggulangi sampah. Bukan untuk memusuhi karena ketakutan dalam menggunakan plastik, tapi lebih pada tindakan #Bijakberplastik.
Yang menjadi persoalan adalah mengapa sampah plastik, dalam berbagai bentuk dan ukuran, bisa mengotori lahan, sungai pantai, dan laut? Padahal plastik tidak punya kaki, sehingga sampah plastik tidak bisa jalan sendiri ke sungai atau laut. 

Salah satu narasumber Swietenia Puspa Lestari sedang memberikan presentasinya 
(doc: Donone Aqua) 
Seperti yang diungkapkan oleh Swietenia Puspa Lestari, Direktur Eksekutif Divers Clean Action (DCA) Indonesia (Yayasan Penyelam Lestari Indonesia), sampah plastik bisa sampai ke sungai, danau dan laut antara lain terjadi karena pengelolaan sampah serta perilaku orang per orang yang belum sampai pada tahap kepedulian terhadap kehidupan. Pengalaman beliau yang dibesarkan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara, membawanya melakukan aksi nyata sesuai dengan kegemarannya yaitu mengumpulkan sampah di laut sambil menyelam.
Swietenia menyampaikan kekecewaannya ketika  warga yang tidak peduli terhadap sampah plastik di sepanjang pantai di Indonesia. "Aksi kami berkembang jadi komunitas yang peduli terhadap sampah plastik di seluruh Indonesaia," kata Swietenia pada acara Bincang #BijakBerplastik.
Memang, dampak buruk (sampah) plastik tidak langsung dirasakan. Tapi, dalam beberapa kasus plastik dalam partikel-partikel kecil bisa termakan melalui daging ikan yang dimakan. Ini terjadi karena ikan di laut memakan sampah plastik yang tidak bisa terurai sehingga daging ikan yang dimakan pun mengandung partikel plastik.
Merujuk pada kajian tentang Analisis Arus Limbah Indonesia, Rantai Nilai dan Daur Ulang yang dilaksanakan Sustainable Waste Indonesia (SWI) presentasi sampah kota di Indonesia adalah 60% merupakan sampah organik, 14% adalah sampah plastik, 9% sampah kertas, 4.3% metal dan 12.7% sampah lainnya, termasuk kaca, kayu dan bahan lainnya. Dilihat dari komposisi tersebut, terlihat limbah plastik menempati porsi kedua terbesar. Dari jumlah tersebut 1.3 juta ton sampah plastik setiap tahunnya tidak dikelola dengan baik. Kondisi ini tidak hanya berpotensi merusak ekosistem, namun juga berdampak bagi kesehatan manusia.
Disamping itu Indonesia juga menjadi sorotan dunia ketika media massa internasional memberitakan tentang penyelam yang justru berhadapan dengan sampah plastik di perairan laut di Pulau Bali. Padahal, aktraksi pariwisata penyelaman itu untuk menikmati pemandangan di perairan laut berupa terumbu karang dan ikan. Tentu saja ini menjadi ‘tamparan’ untuk Indonesia karena Pulau Bali merupakan daerah tujuan wisata (DTW) pariwisata nasional, bahkan masuk kelas internasional.

Karyanto Wibowo sedang memberikan paparannya (doc: Danone Aqua)
Karyanto WibowoSustainable Development Director Danone-Indonesia, dalam kaitan ini Danone-Aqua bergabung dalam misi Indonesia untuk mengurangi sampah plastik di lautan sebesar 75 persen pada tahun 2025 lewat kebijakan perusahaan berupa komitmen #BijakBerplastik. 
Untuk mendukung komitmen itu ada tiga pilar yaitu pengumpulan sampah plastik, edukasi dan inovasi, seperti yang diucapkan Karyanto pada acara Bincang #BijakBerplastik. Ada enam pusat pengumpulan plastik yang didukung Danone-Aqua yaitu di Kepulauan Seribu, Tangerang dan Bandung (Pulau Jawa), Bali, Lombok (NTB) dan Labua Bajo (NTT).
Danone-Aqua sendiri melakukan berbagai kegiatan nyata untuk mendukung komitmen #BijakBerpalstik, seperti inisasi dengan 6 Recycling Business Unit (RBU), kolaborasi dengan berbagai macam mitra untuk menjalankan program dan inovasi, seperti mengambangkan Bank Sampah Induk.
Kerjasama dengan H&M Indonesia mengembangkan program #Bottlefashion yaitu menjadikan botol plastik di Kepulau Seribu jadi produk fashion. "Danone-Aqua juga mendukung DCA yang melakukan aksi nyata mengatasi sampah plastik dengan skala nasional,".
Akhirnya  Karyanto berharap  adanya acara Bincang #BijakBerplastik ini bisa menginspirasi rakan-rakan bloggers, komunitas serta masyarakat untuk berkontribusi dan terus berinovasi mencari solusi terbaik menyelesaikan permasalahan sampah plastik di Indonesia

2 komentar:

  1. Sama , Saya juga berusaha meminimalisir penggunaan plastik, meski nggak sepenuhnya. Ke pasar, beli ayam masih dikasih palstik sama orangnya, kepikiran bawa wadah atau gimana tapi masih belum konsisiten.

    Semoga kita semua bisa meminimalisir penggunaan plastik.

    BalasHapus
  2. Terima kasih sudah mampir. Yuk, tetap semangat untuk terus bertindak #BijakBerplastik

    BalasHapus