Saat para narasumber menjawab berbagai pertanyaan dari peserta
(doc: Danone Aqua)
Plastik
sudah menjadi salah satu instrumen yang kerap memudahkan kehidupan manusia. Hal
ini membuat kita tidak bisa lepas dari pemakaian plastik. Oleh karena itu, suka
atau tidak suka, kita tetap akan berhubungan dengan plastik dalam kegiatan
sehari-hari. Tentunya dalam berbagai bentuk dan kegunaan yang akhirnya plastik
tetap melekat dan menjadi bagian dari kehidupan kita.
Menariknya,
plastik bisa dibentuk sesuai keinginan, tahan air, awet, bisa melindungi isi
dengan baik dan tentu saja praktis. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh
Emenda Sembiring, Industrial
Engineering, Environmental Engineering and Quantitative Social Research,
ITB Bandung, yang disampaikan pada acara Bincang
#BijakBerplastik
dengan tema “Pentingnya Kolaborasi dalam
Mengatasi Permasalahan Sampah Plastik”.
Emenda Sembiring sedang memberikan presentasinya (doc: Danone - Aqua)
Sayangnya penggunaan plastik
kini menimbulkan banyak masalah, karena besarnya sampah yang dihasilkan dari
plastik. Bahkan menjadi ancaman yang harus diwaspadai, karena plastik menjadi
sampah yang tidak diolah dan justru
merusak lingkungan. Apalagi pembuatan plastik menggunakan sumber daya berharga
yaitu minyak bumi dan tidak mudah terurai secara alami.
Saya
sendiri memang sudah berusaha meminimalisir pemakaian plastik. Tapi tidak
berarti saya bisa menghindar dari plastik. Hal ini karena banyak dari perabotan
rumah tangga dan keperluan dapur yang dibuat dari plastik. Hanya saya berusaha #Bijakberplastik
dalam mengkonsumsinya.
Begitu
juga pengurangan masalah sampah plastik bisa dimulai dari lingkungan terkecil,
seperti rumah tangga. Misalnya, dengan melakukan pemilahan sampah plastik agar
memudahkan pemulung untuk mengambilnya sehingga mengurangi angka plastik yang
terbuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Disamping
itu, saya selalu berusaha membawa tas belanjaan sendiri dari rumah, praktis saya sudah mengurangi penggunaan kantong plastik saat berbelanja. Begitu juga
dengan timbler, tempat air minum yang bisa diisi air berulang kali ketika saya
haus.
Hal
ini saya lakukan sebagai aksi nyata dan budaya baru karena saya merasa
bertanggung jawab terhadap lingkungan. Tentunya tindakan saya tidaklah cukup.
Saya perlu melakukan kolaborasi serta partisipasi aktif dengan banyak warga
lainnya sehingga gerakan #BijakBerplastik bisa menjadi budaya baru dan aksi
nyata. Mengingat target yang ditetapkan Pemerintah Indonesia untuk mengurangi
sampah plastik ke laut sebesar 70% pada 2025.
Sampas plastik yang terus meningkat (doc: Reuters)
Arif Mujahidin – Corporate Communication Director Danone
Indonesia dalam
sambutannya berusaha menggalang kolaborasi dengan berbagai pihak dalam
mengatasi sampah plastik. Hal ini sejalan dengan visi perusahaan yaitu “One Planet One Health”. Untuk itulah pihaknya
mendorong upaya bersama menanggulangi dampak sampah plastik agar Bumi tetap
lestari sebagai tempat hunian yang nyaman bagi manusia.
Acara ini digelar dengan
mengundang bloggers, masyarakat dan komunitas pada acara Bincang
#BijakBerplastik pada tanggal 18 Oktober 2018. Tujuannya tidak lain adalah
mereka diharapkan memiliki kekuatan dan semangat dalam menyuarakan aksi cinta
lingkungan.
Sampah plastik yang
berserakan tersebut kemudian mengotori lahan, danau, akhirnya mengalir ke
sungai dan menuju ke laut, sehingga
menimbulkan tantangan yang cukup besar. Hal ini membuat kita semua harus
bertanggung jawab untuk melakukan tindakan dengan cara menggalang kerja sama
(kolaborasi) menanggulangi sampah. Bukan untuk memusuhi karena ketakutan dalam
menggunakan plastik, tapi lebih pada tindakan #Bijakberplastik.
Yang
menjadi persoalan adalah mengapa sampah plastik, dalam berbagai bentuk dan
ukuran, bisa mengotori lahan, sungai pantai, dan laut? Padahal plastik tidak
punya kaki, sehingga sampah plastik tidak bisa jalan sendiri ke sungai atau
laut.
Salah satu narasumber Swietenia Puspa Lestari sedang memberikan presentasinya
(doc: Donone Aqua)
Seperti
yang diungkapkan oleh Swietenia Puspa
Lestari, Direktur Eksekutif Divers
Clean Action (DCA) Indonesia (Yayasan Penyelam Lestari Indonesia),
sampah plastik bisa sampai ke sungai, danau dan laut antara lain terjadi karena
pengelolaan sampah serta perilaku orang per orang yang belum sampai pada tahap
kepedulian terhadap kehidupan. Pengalaman beliau yang dibesarkan di Pulau
Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara, membawanya melakukan aksi nyata
sesuai dengan kegemarannya yaitu mengumpulkan sampah di laut sambil menyelam.
Swietenia
menyampaikan kekecewaannya ketika warga yang tidak peduli terhadap sampah
plastik di sepanjang pantai di Indonesia. "Aksi kami berkembang jadi
komunitas yang peduli terhadap sampah plastik di seluruh Indonesaia," kata
Swietenia pada acara Bincang #BijakBerplastik.
Memang,
dampak buruk (sampah) plastik tidak langsung dirasakan. Tapi, dalam beberapa
kasus plastik dalam partikel-partikel kecil bisa termakan melalui daging ikan
yang dimakan. Ini terjadi karena ikan di laut memakan sampah plastik yang tidak
bisa terurai sehingga daging ikan yang dimakan pun mengandung partikel plastik.
Merujuk
pada kajian tentang Analisis Arus Limbah Indonesia, Rantai Nilai dan Daur Ulang
yang dilaksanakan Sustainable Waste Indonesia (SWI) presentasi sampah kota di
Indonesia adalah 60% merupakan sampah organik, 14% adalah sampah plastik, 9%
sampah kertas, 4.3% metal dan 12.7% sampah lainnya, termasuk kaca, kayu dan
bahan lainnya. Dilihat dari komposisi tersebut, terlihat limbah plastik
menempati porsi kedua terbesar. Dari jumlah tersebut 1.3 juta ton sampah
plastik setiap tahunnya tidak dikelola dengan baik. Kondisi ini tidak hanya
berpotensi merusak ekosistem, namun juga berdampak bagi kesehatan manusia.
Disamping itu Indonesia juga
menjadi sorotan dunia ketika media massa internasional memberitakan tentang
penyelam yang justru berhadapan dengan sampah plastik di perairan laut di Pulau
Bali. Padahal, aktraksi pariwisata penyelaman itu untuk menikmati pemandangan
di perairan laut berupa terumbu karang dan ikan. Tentu saja ini menjadi
‘tamparan’ untuk Indonesia karena Pulau Bali merupakan daerah tujuan wisata
(DTW) pariwisata nasional, bahkan masuk kelas internasional.
Karyanto Wibowo sedang memberikan paparannya (doc: Danone Aqua)
Karyanto Wibowo, Sustainable
Development Director Danone-Indonesia, dalam kaitan ini Danone-Aqua
bergabung dalam misi Indonesia untuk mengurangi sampah plastik di lautan
sebesar 75 persen pada tahun 2025 lewat kebijakan perusahaan berupa komitmen
#BijakBerplastik.
Untuk
mendukung komitmen itu ada tiga pilar yaitu pengumpulan sampah plastik, edukasi
dan inovasi, seperti yang diucapkan Karyanto pada acara Bincang #BijakBerplastik.
Ada enam pusat pengumpulan plastik yang didukung Danone-Aqua yaitu di Kepulauan
Seribu, Tangerang dan Bandung (Pulau Jawa), Bali, Lombok (NTB) dan Labua Bajo
(NTT).
Danone-Aqua
sendiri melakukan berbagai kegiatan nyata untuk mendukung komitmen
#BijakBerpalstik, seperti inisasi dengan 6 Recycling Business Unit (RBU),
kolaborasi dengan berbagai macam mitra untuk menjalankan program dan inovasi,
seperti mengambangkan Bank Sampah Induk.
Kerjasama
dengan H&M Indonesia mengembangkan program #Bottlefashion yaitu
menjadikan botol plastik di Kepulau Seribu jadi produk fashion.
"Danone-Aqua juga mendukung DCA yang melakukan aksi nyata mengatasi sampah
plastik dengan skala nasional,".
Akhirnya Karyanto berharap adanya acara Bincang
#BijakBerplastik ini bisa menginspirasi rakan-rakan bloggers, komunitas serta
masyarakat untuk berkontribusi dan terus berinovasi mencari solusi terbaik
menyelesaikan permasalahan sampah plastik di Indonesia
Sama , Saya juga berusaha meminimalisir penggunaan plastik, meski nggak sepenuhnya. Ke pasar, beli ayam masih dikasih palstik sama orangnya, kepikiran bawa wadah atau gimana tapi masih belum konsisiten.
BalasHapusSemoga kita semua bisa meminimalisir penggunaan plastik.
Terima kasih sudah mampir. Yuk, tetap semangat untuk terus bertindak #BijakBerplastik
BalasHapus