Rabu, 13 Februari 2019

Pentingnya Peran Aktif Orang Tua dalam Proses Tumbuh Kembang Anak

Foto bersama para narasumber Dr Cony, psikolog Ajeng Ravianda, seorang aktris Kaditya, dan Arif Mujahidin, Communication Manager, Danone Indonesia 

Ternyata masih banyak para orang tua yang enggan untuk membicarakan perkembangan anak-anaknya sejak lahir. Entah karena malu atau karena kesibukannya sehingga tidak siap untuk membicarakan dan rkonsultasi ke dokter anak. Mereka mengira selama anak tidak sakit, dianggapnya perkembangan anak mereka wajar-wajar saja. Padahal masalah perkembangan anak itu sangat kompleks. Salah satunya adalah mengenai masalah berat badan. 
Sadarkah kalau perkembangan  si anak untuk tumbuh kembang perlu disesuaikan dengan  umur si anak? Kalau anak-anak ternyata tumbuhnya tidak ideal, baik itu terlalu kurus karena kurang gizi (wasting) maupun tumbuh kerdil (stunting), maka disitulah para orang tua perlu diintervensi. Biarpun anak-anak kita kelihatan sehat. Tapi sebenarnya ada masalah yang terjadi pada si anak. Untuk itulah pentingnya peran aktif para orang tua untuk selalu memperhatikan perkembangan si anak, agar mereka bisa tumbuh kembang secara optimal.


Kondisi ini sejalan yang dikeluhkan oleh Psikolog Ajeng Raviando dalam acara Blogger Gathering bersama Danone-Aqua Indonesia pada tanggal 29 Januari 2019 di Harlequin Bistro, Kemang Jakarta. Acara ini dihadiri oleh para narasumber DR Dr Cony Tanjung, Sp. A(K); Psikolog Ajeng Raviando; dan seorang aktris, Aditya Ayu bersama keluarga.

Saat tanya jawab berlansung dalam acara Blogger Gathering 
bersama NUB (dokpri)

Menurut mbak Ajeng, beberapa orang tua cenderung menghindari percakapan tentang masalah berat badan anak agar tidak menjadi beban psikologis bagi diri mereka sendiri. Pola pikir orang tua juga harus dibentuk dengan positif dan mencari solusi secara bijak. Penting bagi orang tua untuk berpikir terbuka dalam menerima masukan dari lingkungan dan obyektif dalam menerima rekomendasi ahli kesehatan untuk mengikuti petunjuk pemulihan gizi yang disarankan.

Sebagai seorang ibu, saya setuju dengan apa yang dikeluhkan oleh psikolog, mbak Ajeng Raviando. Hal ini karena masih banyak para orang tua yang hanya memberi makan kepada si anak sekedarnya, tanpa memperhatikan asupan gizi yang sesuai dengan kebutuhan dan melihat bagaimana perkembangan anak-anak selanjutnya agar bisa optimal.  

Saya kadang ikut prihatin dan sedih karena para orang orang tua yang seakan abai memperhatikan pola makan untuk  perkembangan si anak. Namun saya kadang takut untuk menggurui mereka. Mungkin hal ini bisa juga disebabkan karena pola asuh yang berbeda atau karena ketidaktahuan orang tua. 

Kondisi ini ternyata sejalan dengan apa yang hinga kini menjadi tantangan Kesehatan Dasar di Indonesia, yaitu masalah berat badan anak yang kurang.  Menurut Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan satu dari lima anak Indonesia mengalami berat badan kurang. Jika kondisi ini terjadi pada anak dalam usia tumbuh kembang dan tidak segera diintervensi, maka anak dengan berat badan tidak ideal terancam menjadi wasting (kurang gizi), bahkan stunting (tubuh kerdil). 

Berdasarkan data Riskesdas 2018 tersebut, presentase underweight (berat badan kurang) dan severe underweight (berat badan sangat kurang) pada kelompok balita di Indonesia mencapai 17.7%. Dari data tersebut menunjukkan bahwa anak yang menderita kekurangan gizi di Indonesia ternyata masih tinggi, yaitu di atas ambang batas yang ditetapkan badan kesehatan dunia (WHO) yaitu 10%. Sayangnya banyak orang tua belum menyadari bahwa tubuh anak yang tampak kurus membutuhkan perhatian dan penanganan yang khusus.

Dr Cony saat memberikan presentasenya pada acara Bicara Gizi bersama NUB

Menurut DR. Dr. Conny Tanjung, Sp.A(K) dalam presentasinya menjelaskan bahwa status gizi kurang merupakan salah satu permasalahan pertumbuhan yang mengacu pada kondisi berat badan yang ideal menurut tinggi badan. Kondisi ini dapat diakibatkan oleh asupan gizi yang kurang, penyakit kronis, masalah kesulitan makan, praktek pemberian makan yang salah dan ketidaktahuan orangtua.

Padahal kondisi  kurangnya berat badan pada balita akan menyebabkan berbagai dampak yang merugikan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Risikonya antara lain, penurunan sistem kekebalan tubuh sehingga rentan terhadap penyakit, anak tidak tumbuh optimal dan cenderung tumbuh pendek, serta gangguan perkembangan otak dan fisik seperti gangguan daya pikir hingga interaksi sosial, serta berbagai penyakit degenratif.

Untuk itu orang tua perlu berperan lebih aktif dan mewaspadai kondisi anak dengan berat badan yang  kurang serta memantau berat badan dan tinggi badan anak secara cermat. Sayangnya kesadaran masyarakat untuk memantau berat badan dan tinggi badan anak secara rutin cukup rendah karena selama tahun 2018 baru sekitar 5.6% anak balita yang dibawa ke fasilitas kesehatan untuk  ditimbang dan diukur tinggi sesuai standard, yaitu paling sedikit 8 kali dalam setahun sebagai upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan.

Selain mengupayakan pemenuhan nutrisi yang dibutuhkan untuk mengejar berat badan ideal (sesuai tinggi badannya), orang tua juga perlu aktif melakukan pemantauan rutin pertumbuhan anak di layanan kesehatan yang paling mudah dijangkau, untuk memantau status gizi dan mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan. Selanjutnya Dr Cony menyarankan untuk segera mencari bantuan penanganan yang tepat dari tenaga kesehatan untuk memperbaiki status gizi anak, jika berat badan anak sudah terdeketeksi berada dibawah kurva pertumbuhan.

Dalam masa  usia tumbuh kembang, maka orang tua adalah penentu dalam memilih asupan dan pola makan yang baik bagi anak. Hal ini karena anak belum bisa menentukan sendiri apa yang baik untuk mereka konsumsi, Untuk itu, penting bagi orang tua untuk memiliki persepsi yang benar dalam menghadapi masalah berat badan kurang pada anak.

Penjelasan cara menggunakan website www.cekberatanak.co.id 
dari NUB (docpri)

Ajeng Raviando, seorang psikolog dalam presentasinya  mengatakan upaya perbaikan gizi memerlukan peran aktif keluarga, terutama orang tua dan dukungan penuh dari lingkungan sekitar. Selain memperhatikan pola makan dengan aktif mencari informasi dan mengkreasikan menu untuk membuat anak tertarik mengkonsumsi makanan bergizi, dalam perspektif pola asuh, orang tua juga perlu turut andil memberikan contoh kebiasaan pola makan yang baik di rumah dan menyediakan waktu makan bersama yang berkualitas dengan anak. 

Disamping itu pada usia balita dimana anak menyerap apapun dengan cepat, maka orang tua juga perlu menyampaikan kalimat dengan positif agar tertanam afirmasi yang baik di benak mereka tentang makanan. 

Nyatanya, banyak orang tua yang kesulitan menghadapi masalah tumbuh kembang anak seperti berat badan kurang. Banyak ibu di Nutriclub.co.id secara aktif mengkases dan mencari informasi mengenai cara menghadapi anak dengan berat badan kurang. Seringkali, kita melupakan bahwa selain dukungan untuk anak dalam hal pemenuhan nutrisi dan pemantauan berat badan ideal, keluarga, umumnya orang tua juga perlu memiliki kesiapan secara psikologis untuk menghadapi masa tumbuh kembang anak.

Kaditha Ayu, seorang aktris dalam sharingnya mengutarakan sebagai seorang ibu, dia tentunya berupaya sebaik mungkin untuk dapat memenuhi kebutuhan gizi si kecil. Permasalahan sama yang mungkin juga banyak dihadapi ibu-ibu yaitu jika anak susah makan, karena si kecil sangat pemilih soal makanan. 

Berbagai cara pasti dilakukan agar si kecil mau makan. Di rumah, Kaditya dan suami menerapkan untuk selalu memberikan contoh yang bisa diteladani anak. Misalnya kalau anak ingin makan sayur, maka dia menyarankan juga harus makan sayur. Jadi tidak perlu menggunakan paksaan untuk mendukung asupan gizi anak tercukupi.”

Kaditha Ayu juga menambahkan untuk mewaspadai gejala berat badan kurang pada si kecil. Tindakan pencegahan yang dia lakukan adalah dengan memantau berat badan anak secara rutin dan berkonsultasi dengan ahli kesehatan terdekat untuk memastikan tumbuh kembang sesuai dengan usianya.

Sambutan dari Bapak Arif Mujahidin, Communication Manager, 
Danone Indonesia

Permasalahan gizi memang masih menjadi tantangan yang dihadapi Indonesia saat ini dan perlu kerjasama berbagai pihak untuk mengatasinya. Communication Director, Danone Indonesia, Arif Mujahidin mengatakan bahwa sebagai perusahaan yang memiliki komitmen mendukung  perbaikan gizi, tidak hanya menyediakan produk nutrisi dengan kualitas terbaik dan harga terjangkau, Danone juga secara berkesinambungan memberikan edukasi mengenai gizi. Hal ini mereka lakukan untuk memastikan bahwa kehadiran mereka dapat memberikan dampak kesehatan ke sebanyak mungkin masyarakat dunia dan khususnya untuk Indonesia.

Pemerintah dalam Hari Gizi Nasional mengkampanyekan peran keluarga sebagai tonggak utama dalam kesehatan gizi termasuk pentingnya pemantauan status gizi secara rutin. Sebagai bentuk dukungan, Danone Indonesia menyediakan platform website www.cekberatanak.co.id. Website ini diharapkan dapat memudahkan orang tua dalam memantau berat badan ideal si kecil dari mana saja dan kapan saja. 

Dengan rutin mengecek kurva pertumbuhan anak melalui website ini, semoga orang tua dapat lebih siap dan waspada bila terjaid gejala berat badan kurang sehingga mencari solusi dengan berkonsultasi kepada ahli kesehatan terdekat, demikian harapan Arif. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar