Rabu, 07 Mei 2014

Menelisik Bagaimana Analisa Permintaan and Penawaran Berlaku pada Narkoba


Dunia Indah Tanpa Narkoba (doc: BNN)

Sebagai orang yang pernah belajar Ilmu Ekonomi di bangku kuliah dulu, maka analisa yang mendasari setiap orang dalam bertindak atau perusahaan dalam menjalankan usahanya selalu ditentukan oleh adanya permintaan dan penawaran. Apakah mereka akhirnya memperoleh manfaat lebih atau keuntungan, tentunya tergantung mereka dalam membuat kalkulasinya. Namun pada dasarnya pelaku ekonomi itu rasional, dalam arti mereka berusaha memaksimalkan manfaat atau keuntungan diatas biaya-biaya yang mereka keluarkan. Walaupun dalam prakteknya tentu mereka ada yang beruntung dan ada juga yang rugi.

Itulah sebabnya bagi penjual pun akan senang atau gembira kalau apa yang mereka perjualbelikan memperoleh permintaan yang meningkat. Apalagi kalau hal itu terjadi peningkatan yang pesat atau katakanlah ada potensi untuk memperoleh keuntungan yang berlipat ganda. Belum lagi kalau pasarnya memang besar dan luas. Bisa dibayangkan bagaimana hasil atau keuntungan yang akan didapatkan oleh para penjual itu. Jadi semakin tinggi permintaan dan besarnya pasar, semakin banyak barang yang akan ditawarkan. Makanya banyak orang yang tergiur dengan potensi keuntungan yang ada. Lebih-lebih kalau hukum yang berlaku tidak begitu keras dan begitu mudahnya mereka menjual barangnya. Sudah bisa dipastikan para penjual dan bahkan produsen akan terus meningkatkan produksinya.

Kondisi ini seakan berjalan secara otomatis, tanpa ada yang mengaturnya. Itulah sebabnya istilah invisible hand itu sangat popular dalam ilmu ekonomi. Karena transaksi itu berjalan secara otomatis  tanpa ada yang mengaturnya. Bahkan dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi ini perdagangan itu bisa menembus batas-batas negara.

Yang menjadi masalah adalah karena barang yang diperjualbelikan itu merupakan barang yang menjadi larangan di berbagai negara untuk diperdagangkan secara bebas, karena dikhawatirkan akan disalahgunakan dan diedarkan secara gelap untuk kepentingan individu atau kesenangan belaka. Sementara efek negatif yang ditimbulkannya jauh lebih berbahaya daripada hanya sekedar kesenangan. Hal ini disebabkan karena ada efek ketergantungan atau adiksi yang ditimbulkannya. Makanya semua negara melarang penyalahgunaan dan peredaran gelap barang tersebut, yaitu Narkoba. Bahkan banyak negara menyebutnya sebagai salah satu transantional crime yang perlu diberantas.
Anehnya pengedaran dan penyalahgunaan narkoba mempunyai imunitas/ kekebalan yang sangat kuat, gugur satu tumbuh seribu, sembuh dan kumat lagi. Ini membuat para pecandu Narkoba sangat mudah untuk kambuh kembali (relaps), apabila keinginan untuk sembuhnya tidak kuat karena ada efek dari ketergantungan ini. Belum lagi kalau tingkatnya sudah sampai pada taraf kronis. Oleh karena itu, untuk melakukan pencegahan, tentu kita perlu memahami dan mencari tahu  apa yang menjadi penyebabnya. Dan salah salah satu penyebab diantara banyak penyebab lainnya adalah masyarakat yang lebih tipis dari segi moral, maka mereka mudah tergiur oleh bujuk rayu teman-temannya. Akhirnya mereka jadi terjerat pada barang yang terlarang. Disisi lain adalah karena faktor kemiskinan yang membuat mereka ingin segera terlepas dari berbagai permasalahan yang ada, akhirnya mereka mungkin menggunakan jalan pintas untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan, dalam hal ini kekayaan dan kesenangan.
Oleh karena itu, kita perlu terus-menerus mengingatkan dan mengkampanyekan akan bahayanya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba, agar tidak banyak lagi masyarakat yang terbujuk dan terjerat oleh Narkoba ini. Sosialisasi ini tentu ditujukan kepada mereka yang belum terkena atau menjadi pecandu agar mereka tetap menjauhinya dan jangan sekali-kali untuk mencoba atau mendekatinya. Namun bagi mereka yang sudah terlanjur, tidak berarti akhir dari segalanya. Karena mereka pun diharapkan untuk segera melapor atau dilaporkan agar mereka bisa dipulihkan dan diharapkan mereka akan berkarya kembali.

Tentunya diperlukan dengan semangat dan kemauan yang kuat, baik dari para pecandu maupun keluarga dekatnya. Karena pengguna narkoba ini seperti orang yang mempunyai penyakit yang menular, dampak penularannya bisa mempengaruhi seseorang untuk ikut-ikutan atau sekedar coba-coba yang akhirnya nyandu. Itulah sebabnya mereka perlu direhabilitasi, karena mereka adalah sakit, makanya perlu diobati, baik itu rehabilitasi dari segi medis maupun sosial. Dengan semakin berkurangnya para pecandu dan bahkan semakin menurun jumlahnya, diharapkan permintaan akan Narkoba akan semakin kecil dan akhirnya tidak ada, kecuali untuk kebutuhan medis dan ilmu pengetahuan
Sedangkan bagi para pengedar narkoba dan bandar Narkoba, mereka harus diproses secara hukum tindak pidana. Bagaimanapun menyalahgunakan narkoba sangat dilarang oleh agama. Untuk itu kita harus bisa membedakan asesmen  antara pengguna dan pengedar narkoba. Kalau perlu mereka diberikan hukuman yang berat agar ada efek jera. Tidak menutup kemungkinan untuk dihukum mati kalau memang sudah melampaui batas kewajaran. Hal ini mengingat bahaya yang ditimbulkannya.

Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Dr Anang Iskandar mengatakan dalam Focus Discussion Group dihadapan para Blogger pada tanggal 14 April 2014, bahwa untuk mencegah terjadinya pencucian uang dari hasil Narkoba, maka diperlukan juga usaha memiskinkan para pengedar dan bandar Narkoba. Sebab kalau tidak, mereka akan bisa menjalankan usahanya biarpun mereka dipenjara atau setelah keluar dari penjara. Karena mereka mempunyai uang/modal untuk menjalankan usahanya kembali. Semoga dengan dipenjara dan dimiskinkan, mereka menjadi jera dan bisa kembali ke masyarakat untuk berkarya. Walaupun tantangannya jauh lebih kuat untuk bisa diterima kembali oleh masyarakat.
Justru yang menjadi permasalahan besar adalah angka prevalensi pengguna narkoba dari tahun 1914 hingga sekarang naik terus. Hal ini disebabkan karena penanganan yang kurang dalam menindak pengguna narkoba, yang cenderung memasukkan pengguna narkoba ke penjara. Hal ini bagi mereka (pengguna narkoba) tentu tidak menjadikannya jera dan takut. Karena di lingkungan penjara, aktivitas peredaran dan penggunaan kerap terjadi hingga mereka masih bisa menikmati. Maka menurut Dr Anang Iskandar, pengguna narkoba itu wajib direhabilitasi agar bisa dipulihkan kembali.

Kini semua tempat rentan untuk terkena pengedaran dan penyalahgunaan narkoba, meski di rumah sekalipun bisa saja terjadi.Jika seseorang terkena positif, maka kemungkinan peredaranpun terjadi. Dalam tahun  penyelamatan pengguna narkoba, maka dibentuklah asesmen untuk mengetahui apakah mereka benar-benar pengguna atau pengguna merangkap pengedar yang bisa dihukum sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.
Itulah sebabnya kita perlu memberikan sosialisasi dan kampanye akan bahayanya narkoba. Semua itu untuk  mengantisipasi agar lingkungan kita terhindar dari narkoba. Tentunya apabila kita tidak peduli, ada kemungkinan dampak yang dihasilkan akan jauh lebih kompleks, karena menumpuknya banyak persoalan yang ada. Jangan sampai kita menunggu negeri ini dipenuhi oleh narkoba, baru kita menyadarinya? Mumpung kita masih ada kesempatan untuk memperbaiki, maka tidak ada kata terlambat. Semua demi kepentingan bersama,  demi sebuah kemanusiaan yang bisa menyelamatkan generasi bangsa.
Sayangnya banyak slogan-slogan dan himbauan tentang hidup sehat dengan cara tidak menggunakan narkoba tidak cukup menyedot perhatian masyarakat untuk ikut mengkampanyekan gerakan anti narkoba. Hal ini disebabkan kemungkinan karena sikap individualistis yang mendorong kita tidak peduli terhadap sesama, rasa kemanusiaan yang luntur hingga seringnya berperilaku seolah-olah memojokkan pengguna narkoba. Seperti dengan cara menjauhi, menghakimi tanpa memberi pencerahan atau merangkul mereka untuk menenangkan jiwanya.
Oleh sebab itu penyuluhan-penyuluhan ke berbagai sekolah baik tingkat SD, SMP, dan SMA maupun Perguruan Tinggi merupakan suatu hal yang perlu. Karena usia mereka masih sangat rentan dan mudah untuk dibujuk, sehingga bisa dengan mudah menjerumuskan mereka ke dalam lingkaran narkoba. Belum lagi apabila kenakalan remaja yang tidak wajar, mereka tentu akan mudah terjerumus kedalam jeratan narkoba. Disamping itu berbagai perkumpulan-perkumpulan, baik itu untuk  kelompok Remaja, ibu-ibu, kelompok RT dan RW bahkan untuk suatu instansi pun perlu untuk dikenalkan akan bahayanya Narkoba. Hal ini sebagai upaya untuk pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba sejak dini. Ini terasa lebih penting daripada menunggu banyak korban yang berjatuhan, apabila kita tidak segera menanganinya.
Demikian juga sebagai orang tua diharapkan untuk terus memantau perkembangan anaknya. Jika ternyata ada yang mempunyai keluarga seorang pengguna, meskipun dinyatakan telah sembuh menurut orang tuanya karena tidak terlihat menggunakan lagi. Namun yang harus diingat adalah narkoba tidak bisa disembuhkan jika tidak mendapat penanganan dari ahlinya. Oleh karena itu, kita perlu memantau, memberi penjelasan tentang bahaya narkoba serta segera melakukan tindakan (aksi), jika ada hal-hal yang dirasa mencurigakan dari kebiasaan perilaku sehari-harinya. Kita tidak perlu takut untuk melapor ke IPWL (Institusi Penerima Wajib Lapor) dan tidak perlu khawatir untuk dihukum, karena semua biaya adalah gratis.
Sebaliknya apabila kita sebagai orang tua atau orang terdekat cenderung menutup-nutupi, ketika ada salah satu anggota keluarganya terkena kasus penyalahgunaan narkoba, dengan harap “nanti juga akan sadar sendiri”, justru hal itu merupakan tindakan yang salah. Kita bukannya melindungi anak atau keluarga kita, melainkan kita sendiri sebagai orang bisa terkena hukuman kurungan atau denda sebesar 1 juta rupiah karena tidak melaporkannya.Celakanya kalau sampai tertangkap tangan, permasalahan justru lebih besar dan kemungkinan juga biayanya.

Kunci penanganan Narkoba di Tanah Air
Menurut Yappi Manafe pada acara Focus Discussion Group di depan para Blogger beberapa minggu yang lalu, tepatnya tanggal 14 April 2014 mengatakan bahwa menurut sejarah penanganan masalah narkoba yang hanya menekankan satu aspek saja, seperti aspek pemberantasan atau pencegahan saja tidak akan mempu menyelesaikan permasalahan narkoba. Untuk itu diperlukan langkah yang seimbang antara pemberantasan, pencegahan serta rehabilitasi. Apalagi jumlah pecandu narkoba di Indonesia sudah melebihi dari 4 juta orang.

Disinilah peran penting kita semua dalam mengkomunikasikan dan menyosialisasikan kepada publik perlunya pendekatan penanganan narkoba yang seimbang antara pengurangan supply dan pengurangan demand.Dalam hal ini kita bisa melakukan sosialisasi atau intervensi melalui 5 Target Group, yaitu Keluarga, Sekolah, Masyarakat, Tempat Kerja dan Sektor Kesehatan. Inilah Standard Pencegahan yang sudah dimandatkan oleh UNODC, yaitu Standard Pencegahan Berbasis Ilmu Pengetahuan. Kajian dari UNODC ini mengatakan bahwa metode pencegahan penyalahgunaan Narkoba yang terbatas pada percetakan leaflet, booklet, poster dan sebangsanya dengan konten yang tidak berdasarkan evidence-based kurang memberikan pengaruh yang positif. Bahkan dengan memberikan testimoni untuk mengingatkan dan menyadarkan masyarakat tentang bahaya narkoba juga tidak memberikan dampak yang positif, dan tidak merubah perilaku seseorang. Demikian, yang dikatakan oleh Yappi Manafe, sebagai Deputi Bidang Pencegahan BNN pada acara FGD dihadapan para Blogger yang lalu.

Itulah sebabnya, beliau menekankan untuk fokus pada ke 5 Target Group dengan menerapkan metode interaktif dalam intervensi. Program pencegahan yang dilaksanakan harus berdasarkan pembuktian (evidence-based), serta adanya pemantuan dan evaluasi untuk perbaikan program pencegahan ke depan.

Semoga kita bisa mempraktekan hasil dari FGD ini untuk mewujudkan visi BNN dalam rangka mewujudkan Indonesia bebas Narkoba 2015 dengan menggunakan Standard yang sudah dimandatkan oleh UNODC, yaitu Standard Pencegahan Berbasis Ilmu Pengetahuan dengan melakukan intervensi di berbagai target group yang ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar