Rabu, 07 Mei 2014

Perlunya Komunikasi dalam Keluarga Untuk Mencegah Penyalahgunaan Narkoba

Dunia Indah Tanpa Narkoba (doc: bnn.go.id)


Tidak bisa diragukan lagi bagaimana pentingnya peran keluarga bagi suatu bangsa. Mereka adalah kelompok terkecil dalam suatu masyarakat, namun memegang peran yang sangat vital. Hal ini terbukti apabila suatu negara akan baik, apabila masing-masing anggota dalam keluarga juga baik. Sebaliknya negara akan hancur, apabila anggota masing-masing dalam keluarga juga hancur. Ibarat suatu bangunan, apabila masing-masing tiang sudah tidak kuat untuk menyangganya, maka hancurlah suatu negara.Dengan demikian keluarga juga pada akhirnya menjadi benteng terhadap segala kriminalitas, termasuk penyalahgunaan narkoba.

Oleh karena itu, masing-masing keluarga diharapkan mampu membina hubungan komunikasi yang baik antar anggota keluarganya. Hal itu dapat dilakukan seperti adanya kasih sayang, saling memiliki, melindungi, memperhatikan, mendukung,percaya dan bebas mengemukakan pendapat serta terbuka dengan yang lainnya.
Khususnya mengenai bahaya penyalahgunaan narkoba, kiranya masing-masing anggota keluarga seperti ibu, bapak dan anak-anak serta anggota lain dalam rumah tangga harus diberi informasi mengenai segala sesuatu tentang narkoba. Misalnya, apa itu narkoba, bagaimana mendapatkannya, tipu muslihat orang menjerat narkoba, bahaya narkoba dan lain-lain. Untuk itu guna mencegah anggota keluarga terlibat narkoba, setiap anggota keluarga, terutama kedua orang tua harus mengenali gejala- gejala dan alat-alat yang bisa didapati pada seorang yang menyalahgunakan narkoba.

Komunikasi Keluarga sekarang  ini ada perubahan pola hidup pada keluarga modern. Ada sesuatu yang hilang, seperti waktu berkumpul dengan seluruh keluarga secara rutin. Akibat perubahan ini menyebabkan komunikasi antar keluarga semakin berkurang. Lancarnya komunikasi diantara keluarga, misalnya dengan terbiasa berkumpul pada waktu makan, baik makan siang maupun makan malam. Pada saat itu seluruh  anggota keluarga berkumpul dan masing-masing menceritakan kegiatanmasing-masing. Berkumpul mendengarkan radio atau menonton televisi bersama. Sehingga orang tua dapat mengikuti apa yang ditonton anak-anaknya dan member penjelasan tentang hal-hal yang ditayangkan.

Selain itu di masa lalu, setiap rumah tangga hanya mempunyai satu telepon. Cara ini memudahkan orang tua memonitor telepon yang masuk maupun ke luar dari masing-masing anggota keluarga. Sementara keluarga jaman sekarang pelaksanaan makan bersama jarang sekali, karena berbagai perbedaan kegiatan diantara anggota keluarga itu sendiri.

Hal ini disebabkan berbagai faktor, diantaranya perbedaan jam kerja, sekolah, kemacetan lalu lintas, kesibukan sosial di luar kantor dan sebagainya. Kondisi ini akhirnya menyebabkan kesempatan untuk berkumpul bagi keluarga sangat jarang. Apalagi keadaan itu diperparah dengan banyaknya channel TV, video, DVD dalam satu rumah tangga terdapat dari satu media elektronik, sehingga masing-masing anggota keluarga menonton acaranya masing-masing. Belum lagi, sekarang ini kehadiran teknologi komunikasi seperti penggunaan telepon genggam telah ikut mendorong semua anggota keluarga sibuk dengan menelpon atau SMS, walaupun mereka duduk berdekatan. Begitu sibuknya penggunaan ponsel tersebut, akhirnya diantara mereka pun hampir tidak berkomunikasi secara langsung.

Berkaitan dengan itu, orangtua harus berupaya menjalin komunikasi dengan anak-anaknya sebaik mungkin. Hal ini dilakukan agar sang buah hati tidak terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba, kehidupan bebas, dan lain-lain. Karena itu, sebaiknya para orangtua memberikan informasi kepada anak-anak tentang bahaya penyalahgunaan narkoba, kehidupan bebas dan lain- lain. Informasi itu, perlu disampaikan secara detail, diantaranya seperti bagaimana seseorang dapat terbujuk memakai narkoba.

Selain itu juga melakukan komunikasi yang baik dan berusaha untuk mengetahui dan mengenal teman-temannya serta kegiatannya secara garis besar. Masyarakat perlu siap memerangi narkoba dan membantu korban narkoba untuk lepas dari cengkeraman narkoba.

Korban narkoba perlu dirangkul dan dinasehati serta jangan dimusuhi. Maksudnya, perlu dilakukan pendekatan kasih sayang dan yang tidak kalah penting lagi adanya solidaritas antar orang tua korban untuk saling membantu dan mendukung guna melepaskan korban dari ketergantungan barang haram tersebut. Hal itu perlu dilakukan agar penyalahguna bisa sembuh dari ketergantungan narkoba.

Sementara untuk mewujudkan Indonesia negeri bebas narkoba, pemerintah perlu mengurangi pengangguran, kemiskinan. Alasannya banyak pengangguran dan kemiskinan dapat menyebabkan orang akan lebih mudah terjerat menjadi pengedar narkoba. Selain itu masyarakat perlu menjaga lingkungan sekolah, tempat hiburan dan penjara agar tidak dijadikan sebagai tempat peredaran narkoba. Tidak kalah penting lagi perlu ditegakan hukum secara tegas terhadap pengedar dan importir narkoba. Selain itu perlu menindak tegas pejabat yang bekerja sama dengan pengedar 



Orangtua Faktor Utama Jauhkan Anak dari Narkoba


Peran Orang tua sangat penting dalam mendidik anaknya agar jauh dari narkotika dan obat berbahaya atau narkoba. Peran orang tua tersebut tidak hanya keberadaannya secara fisik, tetapi juga harus berfungsi untuk mendidik anak. Hal itu dikemukakan oleh Veronica.Colondam dalam acara bincang-bincang terkait peluncuran buku Raising Drug-Free Children, Sabtu (15/3).

Buku itu ditulis oleh Veronica Colondam, yang juga pendiri Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB). Yayasan tersebut bergerak dibidang pencegahan penyalahgunaan narkoba. Veronica mengatakan, YCAB pernah mengadakan penelitian terhadap 613 pecandu di 14 panti rehabilitasi tahun 2001.

Menurut dia, hasilnya adalah 60-70 persen pecandu diantaranya berasal dari keluarga baik-baik atau harmonis. “Dalam perspektif pecandu yang dimaksud keluarga harmonis berarti orang tua masih bersama dan hampir tidak pernah bertengkar di depan mereka. Kondisi itu harmonis dalam perspektif mereka, tetapi sesungguhnya keluarga belum fungsional, terutama dalam mendidik anak. Dia menambahkan bahwa 80-90 persen dari mereka ternyata menggunakan narkoba pada saat orang tua berada di rumah atau sedang tidak bekerja. Orangtua yang fungsional antara lain mampu menyiapkan waktu dan membuka diri berkomunikasi dengan anak.

Oleh karena itu berkomunikasi dengan anak menjadi salah satu upaya protektif untuk menghindarkan anak bereksperimen dengan narkoba. Paling tidak setiap hari 15 menit saja berkomunikasi dapat melindungi anak.
Selain itu, orang tua perlu memberikan batasan-batasan secara wajar. Batasan yang wajar tersebut akan menjadi tanda bahwa orang tua peduli, perhatian, serta menyayangi mereka. Makanya kalau anak dibiarkan sebebas-bebasnya, mereka bisa jadi berpandangan bahwa orang tua tidak peduli dengan mereka. Dengan demikian pola asuh yang bertentangan membuat anak tidak membumi, bingung dan terombang-ambing.

Intinya tidak lain adalah kasih sayang yang nyata bagi anak. Demikian kata Veronica yang juga seorang Psikolog yang bekerja di bagian Riset YCAB. Sedangkan Paulus Hartanto mengatakan penggunaan narkoba dalam sejumlah kasus, merupakan upaya mencari perhatian. Hal ini disebabkan karena anak menjadi kurang perhatian lantaran Ayah dan Ibu sibuk menyelesaikan permasalahannya sendiri. Akibatnya anak-anak  enggan mengungkapkan persoalannya karena takut malah menimbulkan eskalasi konflik. Mereka khawatir masalahnya akan menjadi rumit.

Tak jarang justru teman anak yang merupakan orang yang pertama kali mengetahui kecanduan sang anak. Orang tua malah menjadi orang terakhir yang mengetahui permasalahan kecanduan anaknya dan pada saat itu kondisi anaknya sudah kritis. Orang tua mesti memiliki kepekaan terhadap perubahan-perubahan yang ada dalam hidup anak.

Untuk itulah upaya menjauhkan anak bebas dari narkoba harus sedini mungkin. Veronica mengatakan kelompok terbesar pengguna narkoba adalah usia 15-24 tahun. Mereka umumnya telah menjadi pencadu. Namun, eksperimen menggunakan benda terlarang itu sendiri sebetulnya mulai dilakukan usia 11-12 tahun.
Anak-anak, katanya dijadikan calon konsumen sejak kecil. Jenis yang digunakan tergantung dengan strata ekonomi. Dalam sejumlah kasus terdapat anak mengenal narkoba lewat stiker dan krim yang zatnya terserap lewat kulit. Jenis lainnya pil koplo.

Anak mulai dari soft drug, seperti ganja atau rokok, sebagai pemicu masuk ke narkoba. Anak kemudian menjadi ketagihan lalu beralih ke hard drug misalnya kokain dan heroin. Awalnya anak-anak termotivasi menggunakan zat adiktif tersebut karena penasaran, sekedar eksperimen, dan memiliki masalah dalam berhubungan dengan orang lain, teman, atau keluarga.

Akan tetapi tak kalah menariknya ialah jawaban dari mereka yang justru tak mau memakai bahan terlarang itu. Sebagian besar takut akan Tuhan yaitu takut masuk neraka, menghargai kesehatan, serta takut ditangkap polisi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar