Sabtu, 31 Oktober 2015

Membayangkan Gramedia Mengijinkan Pengunjung untuk Membaca dan Meringkas di Tempat

Ilustrasi Toko Gramedia (doc: jateng.tribunnews.com)

Sebagai seorang yang gemar membaca buku-buku, saya selalu ingin mengupdate ilmu  setiap saat dengan membaca buku-buku baru. Sayangnya rumah saya kecil dan sudah bertumpuk buku dimana-mana, sehingga saya sendiri merasa kesulitan mau dimana buku-buku saya ditaruhnya, karena sudah seabreg banyaknya. Bahkan hampir di setiap meja pasti ada setumpukan buku saya.

Belum lagi saya mempunyai karya (tulisan) di blog Kompasiana yang sudah 400 an artikel plus tulisan di blogspot ini yang juga sudah lumayan banyak. Rencana untuk menerbitkan tulisan-tulisan saya pun akhirnya tertunda, karena keterbatasan tempat yang saya miliki. Saya sudah membayangkan akan seperti apa nantinya rumah saya dengan tambahan buku-buku yang akan diterbitkan. Pasti penuh sekali.

Sementara ruang tamu di rumah, saya pakai sebagai mesin untuk menjalankan bisnis warnet dan laundry. Jadi benar-benar tidak ada tempat lagi untuk menampungnya. Kenapa saya tidak pindah rumah yang lebih besar? Pinginnya sih. Namun karena saya sangat suka rumah yang saya tempati (sewa) sekarang ini, maka untuk pindah pun tidak ada niatan sama sekali. Bagi saya rumah yang sekarang ini biar pun jelek, dan sempit. Tapi relatif murah harga sewanya, sangat strategis, pinggir jalan dan dekat ke jalan besar, sehingga saya bisa pergi kemana saja dengan mudahnya naik angkutan umum. Maka tidak ada jalan lain kecuali saya berusaha untuk mempertahankannya.

Bagi saya lokasi yang sangat strategis itu tidak tergantikan. Jadi wajar ada nasehat atau pesan yang baik "kalau mencari rumah atau properti, perhatikan  lokasinya, ya "Location, location dan location." Dan itu saya rasakan sekali manfaatnya. Saya berharap akan memberesin semua urusan saya semuanya, sebelum akhirnya saya pindah for good untuk mengantar anak saya sekolah ke Amerika. Itu rencana saya.

Makanya saya tidak ingin menambah barang-barang lagi di rumah, apalagi buku-buku. Karena buku-buku yang kami punya, nantinya akan diberikan semua ke adik saya untuk merawatnya. Saya tidak mungkin untuk membawa buku-buku ke Amerika, selain berat dan mahal ongkos kirimnya. Lebih baik saya membawa uang saja yang banyak untuk saya pakai selama saya di Amerika.

Terus terang saya menyukai kehidupan di Amerika, terutama di New York States. Pengalaman saya dulu tinggal disana saya begitu mudah mengupdate ilmu saya dengan membaca buku-buku di Perpustakaan dan di Toko Buku Barnes & Nobel. Uniknya, saya bisa meminjam buku-buku Perpustakaan sampai 100 buku dan semuanya gratis. Padahal di New York States ada banyak sekali Perpustakaan yang bisa saya pinjam hanya dengan satu ID saja. Jadi bisa dibayangkan kalau saya pinjam di dua perpustakaan, maka ilmu saya akan terupdate dengan segera. Tinggal bagaimana saya mau memanfaatkan ilmu dan waktu saya.

Apabila saya masih belum selesai membacanya, saya bisa memperpanjang 2x dengan hanya mengirim email ke Perpustakaan. Kecuali kalau ada yang mau meminjam, baru saya harus mengembalikan lebih dahulu. Setelah itu saya bisa pinjam lagi.

Sayangnya setelah kami pulang ke Indonesia, saya kesulitan mencari Perpustakaan Umum yang ada disini. Sebagai orang yang baru pulang ke Indonesia, saya tentu masih sangat awam dengan wilayah di Jakarta dan sekitarnya. Akhirnya saya pun tidak pernah mengunjungi perpustakaan umum yang ada di Jakarta. Bahkan tidak ada satu pun yang saya tahu lokasinya. Kelihatannya aneh mungkin, tapi hal itu benar-benar terjadi dan nyata ada, yaitu saya sendiri.

Tiba gilirannya saya harus ke toko buku di Jakarta, yang saya tahu hanya Gramedia. Toko yang dekat dengan rumah saya adalah toko Gramedia yang ada di mal Cijantung, Blok M dan yang ada di Matraman. Namun sayangnya semua toko Gramedia tidak mengijinkan pembacanya untuk membaca di tempat dan membuat ringkasan sekaligus ala anak-anak sekolah dengan menulis pakai pen (bolpoin) dan buku atau bisa juga diketik dan disimpan di handphone. Hal ini karena petugas Security atau pegawainya akan dengan sigap untuk mengingatkan setiap pembaca yang mempunyai keinginan atau kelihatan membuat ringkasan.

Padahal di Amerika, yaitu di toko buku Barnes & Nobel, mereka tidak keberatan apabila para pengunjung membaca dan membuat ringkasan sepuasnya. Bahkan kursi dan tempat yang nyaman pun disediakan buat para pengunjung yang akan memanfaatkannya. Biasanya lokasi itu berada di dekat kaca yang menghadap keluar, sehingga pengunjung bisa bebas membaca dengan sesekali melihat pemandangan di luar. Saya termasuk di dalamnya yang sering memanfaatkan kesempatan itu.

Sebagai salah satu pengunjung, saya dibebaskan untuk membaca buku berapa pun jumlahnya serta membuat summary atau ringkasan. Tanpa ada sedikit pun kecurigaan dari pegawai maupun petugas Securitynya. Memang semua tas harus dititipkan, tapi buku dan pen (bolpoin) pada waktu boleh dibawa. Kebetulan handphone yang saya punya masih yang type jadul, jadi tidak bisa dipakai untuk menyimpan informasi, biarpun dengan mengetiknya.

Inilah yang tidak saya temukan di toko Gramedia, sebagai toko buku terbesar di Indonesia. Untuk sekedar membaca sih, pegawai dan security tidak keberatan. Tapi jangan berharap, pengunjung diberi kebebasan untuk membaca dan membuat ringkasan dari apa yang sudah dibaca. Mereka pasti buru-buru akan mengingatkan pengunjung untuk tidak melakukan hal itu. Apalagi semua barang harus dititipkan pada tempat penitipan, kecuali dompet dan hand phone.

Bagaimana kami sebagai pengunjung bisa membaca dengan nyaman?. Malah yang ada seringnya saya lihat pengunjung kucing-kucingan dengan pegawai atau petugas security dalam membaca. Sebagai jalan pintas, akhirnya pengunjung mengambil gambar lewat camera handphone. Jeleknya  kalau sudah sampai di rumah, ketika dokumen itu mau dibuka, hasilnya kabur dan sulit untuk dibaca.

Seandainya toko Gramedia mempunyai Kebijakan yang memberikan kebebasan pengunjung untuk membaca dan membuat summary (ringkasan) sepuasnya, saya mungkin orang pertama yang akan mengapresiasi usaha ini. Menurut saya tidak ada ruginya toko Gramedia memberikan kebebasan kepada para pengunjung untuk menikmati kesukaan membaca dan membuat summary. Karena tidak semua orang mempunyai banyak uang untuk membeli buku-buku dan tidak semua orang mempunyai banyak waktu untuk berlama-lama ada di toko buku. Pasti pikiran pengunjung sudah terprogram mau kesini dan kesini.

Saya tidak tahu apakah ini karena tidak adanya policy yang memberikan kebebasan untuk membaca dan membuat ringkasan atau mencatatnya yang perlu atau karena kesibukannya, sehingga semua aktivitas sudah terjadwal dengan rapi.

Disamping itu manfaat lainnya jika toko Gramedia melakukan kebijakan ini adalah secara tidak langsung toko Gramedia ikut menjadi pelopor dalam mencerdaskan bangsa (warganya) dan sebagai agent pembangunan. Seandainya buku-buku yang sudah dibaca oleh para pengunjung tadi rusak atau kondisinya sudah kurang bagus, toh pihak Gramedia bisa mengajukan untuk direturn (dikembalikan) ke penerbit atau vendor. Bisa juga buku-buku itu didonasikan atau dibuat diskon.

Jadi menurut saya, tidak rugilah kalau toko Gramedia melakukan kebijakan ini. Anggaplah itu sebagai sisi sosial dalam menjalankan bisnis perbukuan disamping sisi sosial lainnya yang sudah toko Gramedia lakukan. Mungkin melalui CSR. Kalau akhirnya pengunjung benar-benar tertarik dengan bukunya, saya yakin mereka akan membelinya. Tapi paling tidak pengunjung puas dengan servis yang ada. Siapa tahu pengunjung bisa membawa banyak lagi teman-temannya untuk datang ke toko Gramedia. Maka pelan tapi pasti akan terciptalah masyarakat pembaca atau yang gemar membaca.

Itu sisi positif dari kebijakan ini jika diterapkan, walaupun mungkin bukan dalam bentuk profit yang berupa uang atau manfaat yang tidak kelihatan karena mencakup kecerdasan masyarakat yang meningkat dan mungkin emotional yang semakin baik dari para pembaca. Namun toko Gramedia perlu menyediakan tempat/area dan kursi yang nyaman, sehingga pengunjung tidak merasa dicurigai dalam membaca dan membuat ringkasan (summary).

Kalau hal ini bisa terwujud, saya akan dengan senang hati bolak-balik ke toko Gramedia untuk mengupdate ilmu dan memperluas wawasan. Tanpa saya harus mengeluarkan uang yang banyak untuk membeli bukunya dan bingung mau disimpan dimana nanti buku-buku yang sudah saya baca.

Semoga saran saya bisa menjadi bahan pertimbangan buat Pimpinan toko Gramedia sebagai upaya untuk meningkatkan pelayanan sosial kepada masyarakat, dimana mereka akan melakukan itu dengan berbagai alasan yang ada. Saya yakin hanya orang-orang tertentu saja yang mau dan bersedia duduk berlama-lama membaca buku dan mencatat hal-hal yang penting.

Selebihnya pengunjung lebih suka untuk membeli buku, karena keterbatasan waktu yang ada. Ditambah padatnya lalu lintas di jalan membuat mereka tidak bisa menikmati membaca buku-buku dalam waktu yang lama dan membuat summary.

Terima kasih, sekedar urun rembug.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar