Sabtu, 14 November 2015

Menjadikan Bahasa Inggris sebagai Bahasa Sehari-hari

Practice Makes Perfect (doc: dribbble.com)

Saya tahu bahasa Inggris memang bukan bahasa ibu, tapi tidak dapat disangkal kalau kita membutuhkan kemampuan bahasa Inggris yang memadai atau cukup. Hal itu untuk mengimbangi kebutuhan dalam dunia kerja maupun untuk menempuh pendidikan lanjutan. Tidak hanya itu, banyak literatur dalam perguruan tinggi pun menggunakan bahasa Inggris dan banyak informasi bisa kita peroleh kalau kita mempunyai kemampuan bahasa Inggris yang cukup.

Itulah sebabnya saya paksa anak saya untuk menggunakan bahasa Inggris setiap berbicara dengan saya. Tidak peduli kami berada di rumah atau di luar rumah, kami tetap dan harus menggunakan bahasa Inggris. Semua itu bukan untuk gagah-gagahan atau bergaya. Tapi memang karena itu merupakan suatu kebutuhan kami berdua.
Saya ingin kemampuan bahasa Inggris saya tetap ada, walaupun aksen Indonesia nya masih melekat di lidah. Tak apalah, yang penting kalau diajak ngomong masih bisa nyambung. Jangan sampai apa yang sudah saya pelajari bertahun-tahun sejak SMP hilang percuma, lupa karena tidak dipraktekan. Tidak hanya itu, saya termasuk orang yang paling hobi ikut kursus bahasa Inggris. Jadi bisa dibayangkan sudah berapa banyak uang yang saya habiskan untuk belajar bahasa Inggris. Boleh dibilang selesai dari kursus bahasa Inggris di satu tempat, pindah ke tempat lain. Kalau sore tidak sempat, saya pun ambil kelas yang malam. Sampai sebegitunya saya belajar bahasa Inggris, hanya karena ingin bisa. Itu saya lakukan, karena saya tidak mempunyai teman untuk bisa diajak berbicara/ memraktekkan bahasa Inggris.

Makanya sekarang tidak ada cara lain, saya terapkan ke anak saya untuk tetap bertahan dan menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa komunikasi kami. Pengalaman yang panjang ini menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi saya, bahwa belajar bahasa Inggri itu harus dipraktekkan. Tidak cukup hanya belajar grammar dan bisa baca saja. Tapi saya juga harus tahu bagaimana menerapkan dan menempatkan suatu kata dalam kalimat agar enak dan pas didengar oleh telinga. Jadi wajarlah kata yang mempunyai makna yang sama belum tentu cocok untuk diterapkan pada kalimat yang sama.

Dengan melakukan praktek sehari-hari, saya bisa berbicara tanpa memikirkan masalah grammar dan kosa kata lagi. Karena semuanya sudah terekam dalam otak, sehingga secara otomatis kata-kata bisa keluar dari mulut tanpa ada halangan yang berarti. Paling tidak saya  menjadi lebih PD kapan dan dimana saja ngomong pakai bahasa Inggris kalau diperlukan. Katakanlah saya siap tanpa perlu was-was dan deg-degan lagi kapan saja diperlukan. Itu yang saya alami, karena kemampuan berbicara sudah dikuasai.

Untuk yang satu ini, saya memang tidak punya malu. Saya tidak peduli orang mau bilang apa ketika mendengar saya menggunakan bahasa Inggris. Prinsip saya adalah Practice Makes Perfect. Jadi bagaimana saya bisa perfect (sempurna) kalau praktek saja tidak pernah. Maka satu-satunya cara adalah yaa dengan memraktekannya dalam kehidupan sehari-hari. Tapi kalau ada yang nanya, pasti akan saya jawab yang sama.

Saya tidak mau menghabiskan uang buat anak saya hanya untuk ikut kursus bahasa Inggris apapun tingkatannya, kecuali untuk kualifikasi/test TOEFL yang resmi dan untuk tujuan yang jelas. Kalau untuk sekedar kursus bahasa Inggris saja, lebih baik tidak. Saya sudah cukup menginvestasikan waktu buat anak saya belajar bahasa Inggris. Jadi saya rasa sudah lebih dari cukup, biar pun saya sendiri bukan seorang native speaker. Tapi lumayanlah pengalaman yang bertahun-tahun saya punyai dalam belajar bahasa Inggris ini, bisa dipraktekkan di rumah dengan anak saya sendiri.

Hal ini saya lakukan juga buat persiapan anak saya untuk melanjutkan sekolahnya di luar negeri. Penguasaan bahasa Inggris atau bahasa asing adalah salah satu yang perlu dipersiapkan sejak dini. Biar saatnya nanti dia sekolah, bahasa tidak lagi menjadi kendala. Bagi saya ini seperti berinvestasi dulu dengan mengkondisikan diri terhadap berbagai rencana masa depan dan salah satunya dengan berbuat seolah-olah kami sudah tinggal di luar negeri. Hanya persyaratan yang kurang  membuat anak saya masih berada di Indonesia. Insha Allah cepat atau lambat dia akan segera berangkat untuk studi lanjut dan menggapai cita-citanya. Inilah salah satu tujuan utama yang tidak tersirat, kenapa saya memaksa anak saya berbicara bahasa Inggris

Sebenarnya bukan hanya bahasa Inggris, tapi semua bahasa yang kita kenal dan tahu harus dipraktekkan. Apalagi bahasa asing, dimana telinga kita jarang mendengar. Maka jangan berharap akan bisa sempurna dan lancar tanpa kita pernah memraktekkannya. Dulu saya lancar juga berbicara bahasa Arab dan Jerman di sekolah dari tulisan, baca dan berbicaranya. Sayangnya sehabis sekolah selesai, saya tidak pernah memraktekannya, yaa akhirnya ilmu yang saya punya bagai terkubur atau tersimpan di dalam otak saya yang paling dalam.

Sayang sekali khan? Begitulah kira-kira kenapa saya mati-matian untuk bertahan menggunakannya dalam kehidupan sehari. Jangan semua ilmu bahasa akhirnya menjadi bangkai yang harus dikubur.

Sekedar share pengalaman, semoga bermanfaat. Bagaimana menurut Anda?



Tidak ada komentar:

Posting Komentar